Bawaslu Kesulitan Rekrut Pengawas TPS Pemilu 2019
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA – Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu mengaku masih kesulitan mencari pengawas di tempat pemungutan suara atau TPS, saat hari pencoblosan.
Anggota Bawaslu, Mochammad Afifudin menyatakan, pengawas pemilu ini sesuai Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 dan merupakan kali pertama dalam sejarah pemilu di Indonesia.
“Ini baru pertama kali dalam sejarah pemilu di Indonesia, akan ada pengawas TPS. Di setiap TPS, yang jumlahnya satu orang. Maka, paling tidak ada 19 orang di dalam TPS, selain petugas dan pemilih. Luar biasa, meriah sekali,” kata Afif, di sela Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Kewaspadaan Nasional dalam rangka penyelenggaraan Pemilu 2019, Jakarta, Rabu 27 Maret 2019.
Afif mengungkapkan, situasi saat ini Bawaslu masih merekrut pengawas TPS yang jumlahnya masih kurang. Menurutnya, tak mudah merekrut para calon pengawas TPS. Alasannya, karena harus sesuai dengan aturan yang ada.
Kata dia, misal masalah usia yang tidak sama dengan rekrutmen petugas lapangan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Bedanya, rekrutmen KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) yang dilakukan KPU itu, usia minimal 17 tahun, kalau pengawas TPS usia 25 tahun. Ternyata, enggak gampang mencari orang yang mau menjadi pengawas TPS berusia 25 tahun,” ujarnya.
Ia menambahkan, Bawaslu sudah berkonsultasi dengan DPR. Namun, DPR tak berani mengubah aturan tersebut. “Ini jadi kendala kita, sudah konsultasi ke DPR, tapi kemudian ini sesuatu yang tak bisa ditawar,” ujarnya.
Afif mengungkapkan, masalah rekrutmen sendiri bukan hanya bagi saksi TPS dalam negeri. Masalah ini, juga menjadi saksi bagi saksi TPS di luar negeri. Dan, Bawaslu masih melakukan perekrutan di luar negeri.
“Setiap negara yang ada pemilih lebih dari 5 ribu, Bawaslu akan hadir. Kami sekarang, merekrut di daerah yang jumlah TPS-nya melebihi jumlah pengawas di luar negeri. Kami punya tiga pengawas luar negeri setiap negara,” ujarnya. (asp)