Mbak Tutut Cerita Sejarah Tol Cawang dan Pelibatan Anak Muda
- ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
VIVA – Politisi Partai Berkarya Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut, mendorong generasi muda untuk senantiasa menyiapkan diri menerima estafet kepemimpinan dengan disiplin dan terus berkarya.
Berdisiplin dan terus berkreasi untuk keutamaan negeri, menurut Mbak Tutut akan menjamin kesiapan generasi yang lebih muda menggantikan para seniornya.
“Mendorong agar generasi muda senantiasa percaya diri, disiplin dan memupuk keinginan untuk selalu berkarya demi bangsa dan negara,” kata Mbak Tutut saat ditemui dalam konsolidasi para calon anggota legislatif Partai Berkarya, di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa malam, 26 Maret 2019.
Putri sulung Presiden Soeharto yang kini telah berusia 70 atau usia seorang senior dengan pengalaman hidup dan kenegaraan menyampaikan, generasi bangsa yang lebih senior sudah seharusnya berlapang dada untuk memberi kesempatan kepada kaum muda membuktikan kemampuan mereka.
”Kalau anak-anak muda itu tidak dipercaya, karena tidak mempunyai pengalaman, lalu sampai kapan mereka memperoleh kesempatan untuk mendapatkannya?” katanya.
Ia mencontohkan apa yang dialaminya saat mendapatkan kepercayaan sebagai pihak swasta pertama yang membangun jalan tol. Jalan layang dengan topangan system beton Sosrobahu karya cipta anak bangsa.
Tutut yang saat itu memilih anak-anak muda menjadi pimpinan proyek, tenaga ahli dan tenaga ahli lapangan sampai pekerja, sempat diragukan keputusannya. Mereka yang meragukan umumnya bertanya mengapa dia tidak memilih tenaga professional yang lebih senior, melainkan anak-anak muda yang belum banyak pengalaman.
“Mungkin mereka lupa, bahwa tenaga-tenaga profesional itu dulunya juga berangkat dari anak muda yang tidak punya pengalaman,” katanya.
Akhirnya Jalan Layang Tol Cawang-Tanjung Priok terbangun, dengan mengadopsi teknologi beton karya cipta Ir. Tjokorda Raka Sukawati. Sampai saat ini kondisinya masih kokoh, tegar menahan segala terpaan cuaca.
Ditegaskan Tutut, dia memang harus mengambil risiko dengan memberi kesempatan kepada anak muda untuk menunjukkan identitas diri mereka. Tapi ini terbukti dapat mereka jawab dengan menyelesaikan tantangan yang ada.
“Saya tidak mau melihat generasi penerus kita itu hanya sebatas menjadi penonton keberhasilan senior-seniornya,” kata Tutut.
Karena itulah, tugas para senior untuk menyiapkan kesempatan yang seluas-luasnya, agar setiap individu, memperoleh kebebasan berfikir dan bertindak, tetapi tetap bertanggung jawab atas kebebasan yang diberikan kepadanya.
Dia kembali menyampaikan, saat menerima amanah sebagai pemenang pembangunan jalan layang tol swasta pertama di Indonesia, Mbak Tutut pada 1986 itu masih berusia 37 tahun. Dia kemudian merekrut anak muda di bawah 40 tahun.
Seperti Djoko Ramiaji yang saat itu masih berusia 33 tahun, yang bertugas sebagai pimpinan proyek, Joko Purwanto yang berusia 32 tahun, sebagai wakil pimpro, Arie Prabowo (30) sebagai manager divisi pengendalian dan operasi, Thamrin Tanjung (39) sebagai general super intendance, Bambang Soeroso (37) sebagai managerial pusat dan sebagainya.
Katanya, terbukti proyek itu kemudian tidak hanya menghasilkan sepenggal jalan modern yang menggantung di atas tanah, tetapi mampu mengembangkan sikap baru bagi bangsa Indonesia.
“Akhirnya kita yakin bahwa tidak ada istilah tidak mungkin atau tidak bisa,” kata Tutut.
Belakangan, kemampuan anak bangsa Indonesia dalam bidang konstruksi itu kemudian diakui di luar negeri.
“Kami memenangkan tender pembuatan jalan toll di Malaysia (at grade) dan Filipina (elevated road). Di sana kami menggunakan system Sosrobahu," katanya.