Bawaslu Jateng Rekomendasikan 16 Kades Tak Netral Diberi Sanksi
- ANTARA FOTO/Seno
VIVA – Sejumlah 16 kepala desa serta perangkat desa di Jawa Tengah terendus tak netral dalam proses Pemilu 2019. Mereka sudah direkomendasikan untuk mendapat sanksi sesuai Undang-undang Pemilu.
Koordinator Divisi Humas dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Jateng Rofiuddin mengungkapkan, kepala desa atau perangkat desa yang direkomendasi sanksi oleh Bawaslu tersebar di sembilan kabupaten kota. Seperti, Kabupaten Boyolali, Klaten, Kabupaten Magelang, Banjarnegara, Purbalingga, Kabupaten Pekalongan, Sukoharjo, Kabupaten Tegal hingga Pemalang.
"Kasus kades tak netral tersebut terjadi sejak masa kampanye 23 September 2018 hingga akhir Februari 2019, " kata Rofiuddin, Minggu 3 Maret 2019.
Saat ini, Rofi menjelaskan, Bawaslu kabupaten kota masing-masing sudah mengeluarkan surat rekomendasi itu kepada pihak berwenang, dalam hal ini bupati/wali kota maupun camat selaku pejabat pembina kepala desa di daerah masing-masing. Atas dasar rekomendasi Bawaslu itu, para bupati atau camat sudah menindaklanjutinya. Rata-rata sanksi berupa peringatan tertulis dan pembinaan.
Rofi menyebutkan, modus keterlibatan kepala desa atau perangkat dalam Pemilu 2019 itu cukup beragam. Seperti di Boyolali, seorang perangkat desa mengunggah foto bersama salah satu calon presiden di dinding Facebooknya, serta membagikan foto itu di grup WhatsApps.
Lalu di Klaten, ada seorang kepala desa yang mem-posting dukungan untuk salah satu calon legislator. Setelah ditelusuri, caleg tersebut merupakan istri sang kepala desa. Kemudian Di Kabupaten Magelang, seorang kepala desa berfoto bersama dengan salah satu calon wakil presiden sambil menunjukan simbol tangan sebagai tanda dukungan. "Di kabupaten yang sama, ada seorang perangkat desa yang ikut aktif dalam acara kampanye," ujarnya.
Kegiatan serupa yang dilakukan kepala desa juga terjadi di Kabupaten Pekalongan. Adapun di Sukoharjo ada seorang perangkat desa yang sudah diberi sanksi peringatan tertulis dan pembinaan karena terlibat dalam acara sosialisasi seorang caleg.
Ketidaknetralan kades juga terjadi di Banjarnegara dan Purbalingga. Ada 16 kepala desa dan perangkat yang desa yang terendus terlibat dalam politik praktis Pemilu.
Menurut Rofi, mereka sebenarnya juga bisa dijerat dengan pasal pidana pemilu yang prosesnya masih ditangani sentra penegakan hukum terpadu (Gakumdu). Namun, proses itu dihentikan karena bukti kurang atau karena unsur pasal pidana tidak terpenuhi. "Karena itu, Bawaslu di daerah merekomendasi sanksi pelanggaran perundang-undangan lainnya dan meneruskan ke pihak yang berwenang," ujar Rofi.
Lebih jauh, berbagai kasus ketidaknetralan kepala desa di Jawa Tengah ada dua kepala desa yang sudah diproses hukum pidana, yakni di Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang.
Di Kabupaten Tegal, Kepala Desa bernama Sunitah diduga melakukan tindakan menguntungkan peserta pemilu sehingga melanggar Pasal 490 jo Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017.
Sunitah divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Tegal pada 29 Januari 2019, berupa pidana penjara 3 bulan dengan masa percobaan 6 bulan dan denda Rp3 juta subsider 1 bulan kurungan. Sempat ada proses banding tapi Pengadilan Tinggi menguatkan putusan tingkat pertama.
Lalu di Kabupaten Pemalang, seorang kepala desa bernama Suharti diduga melakukan tindakan menguntungkan sehingga diduga melanggar Pasal 490 jo Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017. Pada 19 Februari 2019, Pengadilan Negeri Pemalang memvonis pidana penjara selama 1 bulan dengan masa percobaan dua bulan dan denda Rp1 juta. Hingga 3 Maret 2019, kasus ini masih dalam proses banding di Pengadilan Tinggi Semarang. (ren)