Ketua DPR Diminta Mediasi Polemik Legalitas Caleg DPD
- ANTARA FOTO/Akbar Tado
VIVA – Ketua DPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet diminta memediasi upaya pertemuan antara Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Upaya mediasi dinilai menjadi alternatif untuk mencegah berlarutnya persoalan pasca KPU mengabaikan putusan PTUN Jakarta terkait legalitas calon anggota DPD.
Anggota Komisi III DPR, Akbar Faisal mengatakan, perlunya pihak yang memediasi kisruh ini. Ia mengingatkan proses pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih dilakukan MPR yang notabene berasal dari dua unsur DPR dan DPD. Bila polemik berlarut, ia khawatir legalitas caleg DPD bisa dipersoalkan.
"Pelantikan presiden dan wakil presiden dilakukan MPR yang berasal dari dua unsur yakni DPD dan DPR hasil Pemilu 2019. Saat ini, legalitas hukum calon anggota DPD tengah dipersoalkan, karena PTUN Jakarta membatalkan keputusan KPU tentang daftar calon tetap anggota DPD untuk Pemilu 2019,” kata Akbar dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 12 Februari 2019.
Akbar menambahkan, Bamsoet bisa menjadi figur yang mempertemukan pihak terkait. Dia mengingatkan kembali jangan sampai polemik ini berlarut dan memunculkan masalah ke depannya.
Dia mengatakan sudah berkomunikasi langsung dengan Bamsoet. Menurut Akbar, politikus Golkar itu bersedia menjembatani komunikasi dengan menghubungi Ketua Mahkamah Konstitusi dan Ketua Mahkamah Agung.
“Saya sudah berkomunikasi dengan Ketua DPR. Dalam komunikasi tersebut, Ketua DPR menyatakan kesediaannya akan menghubungi Ketua MK dan Ketua MA agar polemik yang terjadi saat ini tak menimbulkan masalah di kemudian hari," tutur Akbar.
Kemudian, harapan Akbar bila terealisasi maka pertemuan Ketua DPR dengan pihak terkait dapat memberi jalan keluar terbaik. Bagi dia, penting masalah ini bisa segera rampung sebelum hari pemungutan suara pemilu pada 17 April 2019. Dengan sisa waktu sekitar dua bulan lagi, ia menyebut penyelesaian ini harus menjadi perhatian.
“Masing-masing pihak punya argumentasi dan dasar hukum sesuai undang-undang. Mudah-mudahan mediasi dapat menyelesaikan persoalan,” ujar Akbar.
Baca: Polemik Oso, PTUN Kirim Surat Perintah ke KPU
Kisruh KPU terkait tak masuknya nama Oesman Sapta Odang alias Oso dalam DCT anggota DPD untuk Pemilu 2019. Oso melakukan gugatan ke PTUN Jakarta. Kemudian dalam putusannya, PTUN mengabulkan gugatan yang diajukan Ketua DPD itu.
Dalam putusannya, PTUN meminta KPU menerbitkan DCT anggota DPD dengan menyertakan nama Oso.
Baca: Putusan PTUN Diabaikan, DPD akan Minta Penjelasan KPU
Namun, KPU merujuk putusan MK. KPU ingin Oso mundur dari Ketua Umum Hanura bila ingin maju sebagai calon anggota DPD dari Kalimantan Barat. Hingga KPU akhirnya tetap bersikukuh tak memasukkan nama Oso ke DCT anggota DPD untuk Pemilu 2019.
Pihak Oso yang berang pun melaporkan sejumlah komisioner KPU ke Polda Metro. Terkait hal ini, Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowi sudah diperiksa Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada Rabu, 30 Januari 2019.
Laporan terhadap komisioner KPU ini disorot kalangan akademisi dan pengamat pemilu. Mereka menilai pelaporan komisioner KPU ke polisi sebagai upaya kriminalisasi karena mendelegitimasi pemilu.
Baca: Terima Surat dari PTUN, KPU: Oso Harus Mundur dari Ketum Hanura