DPD RI Tegaskan Tak Ada Upaya Kriminalisasi KPU
- ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
VIVA – Upaya polisi yang meminta keterangan sejumlah komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai hal wajar dan bukan masalah. Aparat dalam persoalan ini hanya menjalankan tugas sebagai penegak hukum.
Ketua Komite bidang politik, hukum, dan ketertiban umum DPD RI Benny Ramdani menekankan agar proses pemanggilan komisioner ini dilihat obyektif. Bukan justru diopinikan upaya kriminalisasi terhadap KPU.
“Tuduhan seperti itu bisa penghinaan terhadap profesionalisme kepolisian sebagai penegak hukum,” kata Benny dalam keterangannya, Kamis, 31 Januari 2019.
Benny menambahkan, tudingan kriminalisasi dalam pemeriksaan Komisioner KPU yang dilakukan Polda Metro merupakan cara pandang keliru. Ia tak setuju dengan ppernyataan dari sejumlah pengamat pemilu dari lembaga swadaya masyarakat tertentu.
“Ini sikap buruk yang harusnya tidak dipertontonkan oleh mereka yang mengaku sebagai NGO yang selama ini dinilai lebih paham tentang hukum," katanya.
Benny menyebut opini KPU dalam kriminalisasi adalah sesat karena seolah-olah KPU seperti diisi para malaikat. Lebih baik menurutnya semua pihak menghormati proses hukum. Sebab, semua masih asa praduga tak bersalah.
“Maka lebih fair teman-teman yang mengatasnamakan LSM itu menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Demokrasi Indonesia menyuarakan setop kriminalisasi anggota KPU. Laporan terhadap komisioner KPU di kepolisian dinilai upaya delegitimasi penyelenggaraan Pemilu dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Perwakilan Koalisi Masyarakat Demokrasi Indonesia, Titi Anggraini menekankan laporan ke kepolisian menjadi upaya tak menghormati putusan KPU dan UU Pemilu.
Terkait pro dan kontra ini, sebelumnya Ketua KPU Arief Budiman dan anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi diperiksa Polda Metro Jaya pada Selasa, 29 Januari 2019. Keduanya dimintai keterangan terkait laporan Ketua Umum Partai Hanura yang juga Ketua DPD Oesman Sapta Odang atau Oso terhadap KPU.
Oso melaporkan ketua dan anggota KPU karena dituding tidak mau melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Jakarta soal kisruh daftar calon tetap anggota DPD untuk Pileg 2019.