Terima Surat dari PTUN, KPU: Oso Harus Mundur dari Ketum Hanura
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menerima surat dari Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Surat tersebut merupakan perintah agar KPU melaksanakan putusan PTUN Jakarta terkait polemik Oesman Sapta Odang atau Oso.
"Sudah, tapi mungkin masih di staf TU sehingga belum kami baca," kata Komisioner KPU, Wahyu Setiawan di gedung KPU RI, Jakarta, Selasa 22 Januari 2019.
Dia mengatakan, sikap KPU tetap bersikukuh agar Oso harus mundur sebagai Ketua Umum partai Hanura. Syarat ini harus dilakukan agar Oso bisa masuk ke dalam DCT peserta Pemilu 2019. Menurut dia, keputusan KPU ini sudah bulat.
"Keputusan KPU terkait dengan pak Oso merupakan keputusan bersama secara kolektif kolegial yang diputuskan dalam rapat pleno KPU. Di mana rapat pleno merupakan forum tertinggi pengambilan keputusan KPU," ujarnya.
Kemudian, ia memastikan semua komisioner KPU sudah siap dengan semua konsekuensinya. Atas dasar itu, KPU memantau semua langkah yang diambil Oso.
"Langkah hukum, eksekusi PTUN, melaporkan kembali KPU ke Bawaslu, Polda, DKPP tentu saja kami mengetahui langkah langkah hukum yang akan diambil Oso," ujarnya menjelaskan.
Wahyu kembali menegaskan, KPU menunggu surat pengunduran diri Oso sebagai Ketua Umum Partai Hanura hingga Selasa, 22 Januari 2019, pukul 00.00 WIB. Bila surat diterima maka Oso tak akan masuk sebagai peserta Pemilu 2019.
Sebelumnya Ketua PTUN Jakarta, Ujang Abdullah mengirim surat kepada KPU untuk segera mengeksekusi putusan yang memenangkan gugatan Oso terkait DPT Surat ini ditandatangani Ujang pada Senin, 21 Januari 2019.
"Memerintahkan tergugat untuk menerbitkan keputusan tentang penetapan DCT perseorangan peserta pemilu tahun 2019 yang mencantumkan nama Oesman Sapta sebagai calon tetap perseorangan anggota DPD," jelas Ujang.
Lalu, Ujang pun menekankan posisi Ketua PTUN punya kewajiban mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Hal ini merujuk ketentuan Pasal 116 ayat 3 UU Nomor 51 Tahun 2009.
“Putusan PTUN yang berkekuatan hukum harus dijalankan demi terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, serta tegaknya hukum dan keadilan,” demikian tambahan kutipan surat tersebut. (mus)