Polemik Oso, PTUN Kirim Surat Perintah ke KPU
- VIVA.co.id/Reza Fajri
VIVA – Komisi Pemilihan Umum diminta menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait polemik Oesman Sapta Odang atau Oso terkait daftar calon tetap (DCT) anggota DPD di Pileg 2019. Majelis hakim PTUN pada November 2018 lalu mengabulkan permohonan gugatan Oso.
Dalam surat perintah pelaksanaan yang ditujukan ke KPU, Ketua PTUN Jakarta, Ujang Abdullah, meminta lembaga penyelenggara pemilu tersebut mengeksekusi putusan sengketa yang memenangkan Oso. Surat ini ditandatangani Ujang per Senin, 21 Januari 2019.
"Untuk melaksanakan putusan PTUN Jakarta Nomor: 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT, tanggal 14 November yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap," demikian bunyi surat tersebut dikutip Selasa, 22 Januari 2019.
Ujang menjelaskan menyesuaikan Pasal 13 Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 5 Tahun 2017, penyelesaian sengketa Pemilu melalui PTUN. Kemudian, merujuk Pasal 115 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan hanya putusan dengan kekuatan hukum tetap bisa dilaksanakan.
Dia pun melengkapi isu surat perintah dengan putusan PTUN pada November 2018 lalu itu. PTUN menyatakan batal keputusan KPU soal penetapan DCT perseorangan anggota DPD peserta Pileg 2019.
"Memerintahkan tergugat untuk menerbitkan keputusan tentang penetapan DCT perseorangan peserta pemilu tahun 2019 yang mencantumkan nama Oesman Sapta sebagai calon tetap perseorangan anggota DPD," jelas Ujang.
Kemudian, Ujang pun menekankan posisi Ketua PTUN punya kewajiban mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Hal ini merujuk ketentuan Pasal 116 ayat 3 UU Nomor 51 Tahun 2009.
“Putusan PTUN yang berkekuatan hukum harus dijalankan demi terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, serta tegaknya hukum dan keadilan,” demikian tambahan kutipan surat tersebut.
Surat yang dikirim PTUN itu juga ditembuskan kepada kepada Presiden, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), serta Ketua Mahkamah Agung.
Pihak Oso melalui kuasa Hukumnya, Dodi Abdul Kadir mengatakan sudah menerima salinan resmi putusan PTUN Jakarta. Ia heran dengan cara KPU yang belum menjalankan eksekusi putusan PTUN.
Kata dia, bila KPU tak kunjung melaksanakan putusan itu maka pengadilan akan mengumumkan ketidakpatuhan penyelenggara pemilu. Ia khawatir sikap KPU ini berdampak terhadap proses penyelenggaraan pemilu.
Dia bilang seharusnya KPU tak bisa mencetak surat suara anggota DPD untuk Pileg 2019. Alasannya, merujuk keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT Pemilu anggota DPD telah dicabut.
“Kalau mereka mencetak surat suara, apa dasarnya? Sekarang, sudah tidak ada DCT anggota DPD Pemilu 2019," ujar Dodi kepada wartawan, Selasa, 22 Januari 2019.
Dalam putusannya, PTUN Jakarta memutuskan menganulir keputusan KPU terkait DCT anggota DPD di Pileg 2019. Putusan PTUN juga memerintahkan agar KPU menerbitkan DCT baru dengan memasukkan nama Oso sebagai calon anggota DPD periode 2019-2024.
Oso yang ngotot pun mengajukan gugatan ke Bawaslu. Dalam rekomendasinya, Bawaslu akhirnya meminta KPU memasukkan Oso. Rekomendasi ini dengan catatan Oso harus mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Hanura bila terpilih sebagai anggota DPD dari Kalimantan Barat.
Namun, polemik masih alot karena KPU bersikukuh tak memasukkan nama Oso ke DCT anggota DPD. KPU enggan merujuk putusan PTUN dan rekomendasi Bawaslu. Justru, KPU memberi tenggat waktu kepada Oso agar mundur dari Hanura hingga tanggal 22 Januari 2019. (sah)