Bawaslu Sebut Poster Raja Jokowi Bukan Pelanggaran Pemilu
- VIVA/Eka Permadi
VIVA – Komisioner Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, poster calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo yang menggunakan baju raja, bukan bagian dari kampanye hitam.
Sebab, tidak mengandung unsur suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) seperti diatur dalam Undang-undang Pemilu.
"Setelah kami melihat, itu tidak mengarah kepada ujaran kebencian, black campaign, atau mengandung unsur SARA," kata Ratna di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu 14 November 2018.
Menurut dia, penurunan poster bergambar Jokowi berpakaian raja, karena Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) merasa poster tersebut bukan dibuat oleh partai tersebut. PDIP beralasan poster tersebut merugikan capres Jokowi.
"Apa yang dilakukan oleh Bawaslu bersama PDIP menurunkan (poster dan spanduk), karena PDIP merasa itu bukan bahan yang mereka produksi dan mereka menginginkan untuk diturunkan," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua DPD PDIP Jawa Tengah, Bambang Wuryanto mengatakan, pihaknya langsung membuat surat kepada struktur partai, termasuk caleg PDIP.
"Kami tanya siapa yang suruh. Dia bilang, ini perintah dari orang di pusat. Tetapi, tak bisa sebut siapanya. Ditanya ambil dari mana? Dikasih tahu dan ketemu orangnya. Saat ke sana, di situ juga ada 800-an yang belum dipasang. Kami foto orangnya. Kami data semuanya," ujar Bambang dalam keterangannya, Rabu 14 November 2018.
Bambang menjelaskan, dari penelusuran lebih lanjut diketahui pemberi instruksi pemasang poster itu berada di satu tempat penginapan. Dari interogasi, pelaku pemasang menyebut pihak pemberi instruksi berada di Hotel Siliwangi, Semarang, Jawa Tengah.
Para pemasang mengaku hanya rakyat biasa yang secara pribadi memilih Jokowi. Namun, butuh uang untuk hidup. Dari pemasangan poster, mereka dibayar Rp10 ribu, di luar alat peraga kampanye (APK) yang sudah disediakan.
"Dibayar Rp10 ribu per poster. Itu di luar APK. Setiap desa pasang 10. Kalau di Jateng, ada 8.000 desa, berarti 80 ribu," kata Bambang.