Tak Selamanya Injak Rem Menyelesaikan Masalah
- Pixabay
VIVA – Perangkat rem pada kendaraan dirancang untuk mengurangi laju. Tanpa adanya peranti ini, maka semua mobil dan motor di dunia akan saling bertabrakan.
Bahkan, sudah banyak contoh kecelakaan yang terjadi akibat rem tidak berfungsi dengan normal. Saat terjadi tabrakan antara bus atau truk dengan kendaraan lain, umumnya rem blong disebut sebagai pemicu.
Namun ternyata, tidak selamanya menginjak rem menyelesaikan masalah. Terkadang, hal itu justru membuat situasi jadi lebih parah. Salah satunya, seperti yang terjadi di Tol Jagorawi pada Minggu kemarin.
Suzuki APV mengalami kecelakaan tunggal, dan menewaskan tiga penumpang. Penyebab kecelakaan adalah pecahnya ban kanan belakang. Peristiwa terjadi di KM 36 arah Jakarta.
Baca juga: Pecah Ban Belakang Lebih Fatal dari Ban Depan
Menurut Senior Instruktur Indonesia Road Safety Agent (IRSA), Poedyo Santosa, pecahnya ban belakang jauh lebih berbahaya ketimbang depan.
“Saat melaju, ada gaya momentum ke depan. Ketika ban pecah, muncul gaya sentrifugal, kayak dijungkit bodi mobilnya,” tuturnya kepada VIVA.co.id, Senin 16 September 2019.
Poedyo menjelaskan, kondisi tersebut akan semakin parah jika pengemudi panik dan menginjak rem. Menurutnya, saat mobil mengalami pecah ban, terutama yang posisinya di belakang, jangan langsung mengaktifkan perangkat tersebut.
“Paradigma orang, menginjak rem bisa keluar dari masalah. Tapi, pada kasus pecah ban berbeda, injak rem justru membuat mobil terbalik,” ujarnya.
Ia menjelaskan, teknik yang benar saat menghadapi situasi ban pecah adalah mengendalikan arah mobil sebisa mungkin, tanpa menginjak rem.
“Saat pecah ban, lepas injakan di pedal gas, tapi jangan injak rem. Jika kecepatan sudah mulai berkurang dan posisi mobil berjalan lurus, mulai rem pelan-pelan sembari minggir ke bahu jalan,” jelasnya.