Honda Bicara Soal Kongkalikong dengan Yamaha
- www.welovehonda.com
VIVA.co.id – PT Astra Honda Motor mengklaim selalu mengacu dan patuh dengan ketentuan perundangan saat menjalankan bisnis di Indonesia. Karenanya, perusahaan keberatan atas tuduhan kongkalikong, apalagi culas.
Deputy Head of Corporate Communication Astra Honda Motor Ahmad Muhibbuddin mengatakan, masalah yang dituduhkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha sedang berjalan dan belum berkekuatan hukum tetap.
"Kami membantah dan menolak tuduhan KPPU, terkait pengaturan harga bersama pesaing bisnis kami, Yamaha," kata Muhib. Pernyataan ini juga sebagai hak jawab atas berita KPK: Praktik Kongkalikong Yamaha-Honda Rugikan Masyarakat
Muhib mengatakan, Honda menolak tuduhan melakukan persekongkolan, karena pada faktanya Honda berusaha keras memenangkan persaingan di pasar. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya program promosi dan marketing yang sangat gencar.
"Hasilnya, pangsa pasar kami terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kondisi seperti ini mustahil terjadi persekongkolan dengan mengatur harga bersama pesaing bisnis kami," ujar dia.
Menurut Muhib, Honda saat ini dalam proses mengajukan banding untuk mencari keadilan di pengadilan yang lebih tinggi. "Kami sangat mengapresiasi jika semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan sehingga tidak terjadi pengadilan oleh press," katanya.
Sebelumnya pada 20 Februari, Majelis Komisi KPPU memutus kasus dugaan praktik kartel yang membelit dua pabrikan motor terbesar di Tanah Air, yakni Yamaha dan Honda. Putusan dibacakan, setelah delapan bulan sidang digelar.
Secara bulat, Majelis Komisi KPPU memvonis PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT Astra Honda Motor bersalah. Karena, terbukti melakukan praktik culas, dan kongkalikong dalam menetapkan harga sepeda motor jenis skuter matik 110-125cc di Tanah Air.
Majelis Komisi KPPU menyebutkan, Yamaha-Honda sengaja membuat mahal harga skutik dari banderol sewajarnya. Praktik tersebut, tentu merugikan masyarakat selaku konsumen yang tak bisa mendapat harga kompetitif. Terlebih kedua merek tersebut saat ini memimpin pasar skutik di Indonesia dengan menguasai 97 persen pangsa pasar domestik.
Majelis Komisi KPPU membeberkan, Yamaha-Honda terindikasi saling rangkul, sekongkol mengatur harga demi mendapatkan keuntungan besar. Dalam istilah bisnis, perilaku ini disebut kartel. Di mana, hal ini dilakukan untuk mencegah kompetisi, monopoli, dan saling mendapatkan keuntungan.
Yamaha-Honda dianggap telah mengangkangi Pasal 5 ayat 1 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pasal itu menyebut, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen pada pasar bersangkutan yang sama.
"Terlapor satu (Yamaha) dan dua (Honda) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 ayat 1 UU Nomor 5 Tahun 1999," kata Ketua Majelis Komisi KPPU, Tresna Priyana Soemardi, saat membacakan putusan, di Kantor KPPU, Jakarta Pusat, Senin 20 Februari 2017.
Keputusan tersebut diambil berdasarkan fakta-fakta sidang yang menghadirkan sejumlah saksi ahli dan berbagai analisis. Sebagai hukuman, Yamaha-Honda kemudian diganjar hukuman membayar denda kepada negara dengan besaran berbeda. Yamaha didenda Rp25 miliar, sedangkan Honda Rp22,5 miliar. (asp)