KPPU Komentari Sanggahan Yamaha soal Kasus Kartel Skutik
- Yamaha
VIVA.co.id – Pada sidang kedua perihal dugaan kasus monopoli harga alias kartel yang dilakukan oleh Honda dan Yamaha, Selasa, 26 Juli 2016, PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) menyatakan bila tim investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah melakukan kesalahan perhitungan soal laba alias keuntungan besar di tahun 2014. Padahal kata Yamaha, penjualan mereka justru cenderung menurun.
Menanggapi hal tersebut, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan sah-sah saja Yamaha melakukan sanggahan demikian. Menurut Kasubag Humas KPPU Dendy R Sutrisno, bantahan tersebut merupakan hak yang diberikan oleh Undang-undang, terlapor berhak menyampaikan pendapatnya.
"Itu adalah hak yang diberikan oleh Undang-undang, di mana terlapor berhak menyampaikan pendapatnya. Mengenai bantahan itu sah-sah saja, kan itu hak," kata Dendy saat berbincang dengan VIVA.co.id di kantor KPPU, Jakarta Pusat, Kamis, 28 Juli 2016.
Menurutnya, bantahan tersebut sebetulnya sama halnya dengan KPPU yang menduga kedua merek tersebut sekongkol mengatur harga skutik 110-125cc mereka.
Namun demikian, lanjutnya, pendapat tersebut harus dibuktikan nantinya agar tidak terjadi persimpangan. "Itu harus dibuktikan, versi KPPU begini, versi Yamaha begini. Benar atau tidaknya harus ada eksaminasi alat buktinya. Untuk sampai ada atau tidaknya pelanggaran minimal ada dua buktinya," kata dia. "Nanti dibuktikan di sidang lanjutan di KPPU," katanya dia.
Terkait surat elektronik alias e-mail internal Yamaha seputar perintah penyetaraan harga, KPPU juga akan melakukan pemeriksaan lanjutan berjangka. Sebab, kata dia, harus dirangkaikan dari banyak sisi, baik dari faktor sebab dan akibat. Termasuk fase-fase setelah e-mail itu dilakukan.
"Memang ada anggapan hanya Yamaha saja, kok Honda ikut. Yang jelas tidak hanya e-mail pemenuhan unsur ini, kan harus dirangkaikan. E-mail ini ujungnya ke mana, dan apa saja yang diobrolkan, serta ada fase apa saja setelah e-mail itu," ujar dia. "Jangan sampai, peristiwa ini menghilangkan kesempatan konsumen mendapatkan harga kompetitif. Makanya harus dieksaminasi," katanya.
Rentetan sidang
Dendy juga menjelaskan rentetan sidang dugaan kartel Honda-Yamaha. Kata dia, usai Honda menyerahkan sanggahan tertulis hari ini, nantinya majelis komisi akan menyusun hasil pemeriksaan pendahuluan sidang, yang sudah digelar pada 19 Juli 2016 lalu.
Penyusunan akan dilakukan pada 28-30 Juli 2016. Nantinya, KPPU harus menetapkan apakah kasus ini dilanjutkan atau tidak. "Kalau misalkan berlanjut, karena di dalam tanggapan terdapat tanggapan terlapor, dukungan saksi ahli, daftar dokumen, setelah itu (proses hukum) dilanjutkan dengan dieksaminasi saksi dokumen yang ada di KPPU dan juga terlapor," kata Dendy.
KPPU dan dan terlapor dikatakan berhak melihat dokumen masing-masing dan mengajukan pertanyaan, atau disebut insagrate. Di mana, terlapor diberikan kewenangan hak untuk melihat dokumen yang dipakai KPPU dalam memberikan dugaan.
"Itu berjalan 60 hari kerja dan bisa diperpanjang tiga bulan kerja lagi. Setelah itu majelis bermusyawarah untuk menyusun keputusan. Jadi total, sampai dengan putusan 150 hari kerja. KPPU harus memutuskan ada tidaknya, terbukti atau tidaknya dugaan tersebut," kata dia.
Apabila terbukti, Honda-Yamaha akan diberikan sanksi yang telah ditentukan oleh KPPU, yakni sanksi administratif maksimum Rp25 miliar. "Kalau ada keberatan, bisa mengajukan ke pengadilan negeri selama 30 hari kerja dan kalau kurang puas, bisa kasasi."
Sidang ini digelar buntut dari temuan KPPU yang mencium praktik culas kedua pabrikan, sekongkol mengatur harga skuter matik 110-125cc. Honda dan Yamaha disebut menetapkan banderol di luar nalar untuk sebuah produk, demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Menurut KPPU, ongkos produksi normal yang dibutuhkan pabrikan Honda dan Yamaha untuk sebuah skuter matik hanya Rp7-8 jutaan. Artinya, di tangan konsumen itu bisa dijual dengan harga Rp10-11 jutaan.