Test Royal Enfield Meteor 350: Cocok untuk Pemotor Tak Takut Istri
VIVA – Royal Enfield Meteor 350 dikenalkan di Indonesia pada bulan Maret 2021, merupakan varian terbaru yang punya gaya cruiser yang mudah dikendarai, gayanya klasik tapi dibekali dengan fitur yang modern.
Kebetulan Royal Enfield Indonesia punya kampanye Get Out of Your Orbit, nah untuk mempresentasikan kampanyenya tersebut Royal Enfield Indonesia mengajak Viva Otomotif dan media lain merasakan easy cruising dari Meteor 350 menuju Geopark Ciletuh, Jawa Barat.
Perjalanan dimulai dari Jakarta, begitu start sudah disuguhkan dengan lalu lintas yang padat. Tak butuh waktu lama untuk beradaptasi dengan Meteor 350.
Tangkinya model tear drop, joknya lebih rendah dari tangki. Meski beraliran cruiser tapi jok Meteor 350 tidak terlalu pendek, tinggi joknya 76,5 cm ukuran segitu sudah cukup untuk membuat motor supaya lincah.
Rangka model Twin Downtube Spine Frame adalah inti dari kenyamanan berkendara Meteor 350. Rangka baru ini diklaim dapat membuat pengendara lebih percaya diri ketika belok, motor menjadi mudah dikendalikan dan diarahkan.
Ditambah dengan jok lebar yang empuk menjadi nilai plus ketika motor diajak turing jauh. Karena tidak membuat bagian pungung dan pinggul pengendaranya mudah pegal.
Meskipun gaya berkendaranya crusier dengan kaki yang agak selonjor, tapi tidak membuat pengendara kesulitan untuk meliuk-liuk di deretan mobil yang terkena macet.
Memasuki daerah Leuwiliang jalanan tidak begitu ramai, pengendara disuguhkan dengan jalanan sempit tapi mulus. Lagi-lagi, efek dari posisi riding yang santai dan ergonomis, membuat kontrol kemudi jadi mudah.
Perjalanan semakin asik ketika memasuki area Taman Nasional Halimun, pengendara disuguhkan dengan jalanan berkelok, tidak membuat pengendara capek untuk mengontrol handling motor.
Masuk ke luar tikungan tidak membuat pengendara 'ngedumel' karena handlingnya mudah. Kalaupun ketika keluar tikungan agak melebar tidak sulit untuk merevisi agar kembali ke jalur yang sesuai.
Ketika melewati jalur Cikidang, pengendara disuguhkan dengan jalanan yang basah dan berantakan, karena sebelum dilewati sepertinya di wilayah tersebut baru saja diguyur hujan lebat dan angin kencang, sehingga banyak berserakan daun dan dahan pohon yang patah.
Pengendara mulai terasa khawatir saat bertemu jalan kerikil akibat terbawa arus air setelah diguyur hujan. Bila tidak pintar mengambil sudut belokan, bagian belakang mudah bergoyang.
Ketika sampai di Ciletuh pengendara masih belum merasa puas, untungnya Royal Enfield Indonesia memberi kesempatan bagi kami untuk kembali mengendarai Meteor 350 kembali ke Jakarta.
Jalan yang ditempuh berbeda dengan jalur berangkat, karena akan melewati Citorek, Banten. Di jalur menuju Citorek kami kembali disuguhkan jalanan yang memanjakan pengendara.
Selain handling yang mudah dikendarai, pengendara juga disuguhkan tenaga mesin Meteor 350 yang tidak membuat menelan ludah, apalagi ketika melewati tikungan yang menanjak.
Mesin 349 cc yang digendong memiliki getaran lembut dan halus. Getaran tetap kami rasakan ketika motor digeber dengan kecepatan 90km/jam mendekati 100km/jam.
Karakter mesin Meteor 350 yang overstroke dengan komposisi bore 72 mm dan stroke 85,8 mm, mampu mengeluarkan tenaga dan torsi yang besar pada putaran rendah dan menengah, karakter tersebut membantu pengendara melewati jalur berkelok.
Pengaoperasian tuas kopling juga terasa ringan, hanya saja koplingnya terlalu jauh sebetulnya bisa disetting, tapi mengingat perjalanan jauh yang tidak terlalu sering menekan tuas kopling, sehingga pengendara membiarkan tuas kopling yang jauh.
Perpindahan giginya unik, karena gayanya heel shifter dan toe shifter. Sebetulnya itu sistem itu terbilang jadul. Tapi untuk berkendara jauh, sistem tersebut bermanfaat, karena tidak harus mencongkel tuas. Pengendara cukup menginjak tuas perseneling ketika ingin mengubah transmisi ke atas atau ke bawah.
Nah, bicara soal efisensi bahan bakar. Selama pengetesan yang menempuh jarak sejauh 207 km dan melewati beragam kondisi jalan, pengujuan konsumsi bahan bakar menggunakan metode full to full dengan diisi bensin RON 92.
Saat dihitung didapat angka rata-rata konsumsi bahan bakarnya 29,1 km/liter, hasil itu terbilang efisien untuk mesin 350 cc. Mengingat gaya berkendara kami juga layaknya berkendara jarak jauh.
Meteor 350 ini memiliki panel meter yag berbentuk gendang, dengan dua bulatan, satu besar dan satu kecil. Panelmeter yang besar paduan analog dan digital. Penunjuk kecepatan alias speedometer analog, sedangkan tripmeter, odometer, penunjuk gigi, jam digital.
Sedangkan bulatan yang kecil di sisi kanan untuk menampilkan fitur modern, yaitu pod navigasi turn-by-turn (TBT) atau yang disebut Royal Enfield Tripper. Royal Enfield Tripper merupakan fitur perangkat navigasi.
Fitur ini dirancang dengan Google Maps Platform untuk menampilkan rute terbaik. Jika fitur Royal Enfield Tripper tidak digunakan, bulatan tersebut memberikan informasi jam.
Kami pun mencoba Royal Enfield Tripper, Fitur tersebut bisa digunakan setelah pengendara Royal Enfield Meteor 350 mengunduh dan memasang aplikasi Royal Enfield, registrasi terlebih dahulu, kemudian hidupkan bluetooth handphone yang kemudian dihubungkan dengan motor.
Setelah terhubung bluetooth antara ponsel dengan motor, kemudian pengendara tinggal menuliskan tempat tujuan, maka pada meter cluster pada bagian kanan akan memberikan petunjuk arah.
Layaknya Google Map hanya saja tidak harus menempelkan handphone atau perangkat GPS di area setang. Tripper akan memberikan petunjuk arah sederhana, seperti belok kiri, belok kanan atau bundaran dengan perkiraan jarak agar tidak terlewat.
Saat pengendara mendekati sebuah belokan, panah itu akan berwarna hijau untuk memberi tahu pengendara bahwa belokan itu mendekat. Kemudian ketika Anda dekat dengan belokan, panah itu akan mulai berkedip.
Uniknya, ketika pengendara tidak melalui jalur utama yang direkomendasikan oleh Tripper, maka fitur tersebut akan mencari dan mengarahkan jalan menuju jalur utama, bahkan ketika tidak ada jalan menuju jalur utama maka fitur tersebut menyarankan untuk putar balik.
Jika pengendaranya tetap saja, melewati jalur yang tidak disarankan maka jangan heran jika pada meter cluster terdapat gambar kompas memutar, itu artinya Tripper sedang mencari jalur agar kembali ke jalur yang disarankan.
Hanya saja, ketika kunci kontak mati kemudian dihidupkan kembali fitur Tripper ini tidak bisa secara otomatis aktif, pengendara harus membuka aplikasi Royal Enfield terlebih dahulu kemudian secara otomotis fitur Tripper kembali aktif.
Oh iya kami pun merasakan perjalanan malam hari, lampu depan berbentuk bulat. Lampunya bohlam halogen tapi dilingkari LED di pinggirnya membuat pencahayaan terang di malam hari, tapi cahaya dari panel meter yang terlalu terang membuat pengendara sedikit terganggu.
Ada yang unik dalam perjalanan tersebut, ketika sampai di Citorek untuk merasakan negeri di atas awan gagal lantaran awannya turun pada pukul 5.30 pagi.
Diantara rombongan ada yang punya ide gila dengan menambah waktu perjalanan, untuk menginap semalam di Citorek agar kami bisa merasakan negeri di atas awan.
Jujur saja jika ditanya pendapatnya untuk menginap di Citorek, kami memilih untuk menginap. Karena Meteor 350 yang menyuguhkan kenyamanan tidak membuat kami merasa kesulitan di perjalanan.
Apalagi kami pun tidak terbebani dengan istri yang kami tinggal di rumah ngomel-ngomel, karena telat pulang ke rumah. Hanya saja karena jadwal turing harus tepat dua hari akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang.