Transportasi Massal Susah Gegara Corona, Tarif Ojol Pun Naik

Ilustrasi driver ojek online (ojol).
Sumber :
  • vstory

VIVA – Pemandangan tak biasa tampak di sejumlah halte  TransJakarta dan Stasiun MRT serta pagi ini, Senin 16 Maret 2020. Antrean warga ibu kota yang mayoritas pekerja, mengular ingin menggunakan transportasi massal tersebut.

Respons Jokowi soal Ridwan Kamil Kalah dengan Pramono Versi Quick Count Sementara

Hal tersebut merupakan dampak dari pembatasan aktivitas sosial di Jakarta karena Virus Corona, yang tak secara tegas diinstruksikan Pemerintah. Sejumlah moda transportasi umum pun membatasi jam operasionalnya.

Beberapa ruas jalan di ibu kota pun terpantau macet parah. Tak heran, sebagian warga juga memilih menggunakan kendaraan pribadi yang biasanya hanya terpakir rapih di rumah karena beraktifitas menggunakan transportasi umum. 

Dugaan Keterlibatan Partai Cokelat di Pilgub Sumut 2024, Begini Kata Jokowi

Tidak hanya itu, warga ibu kota hari ini harus menerima kenyataan dengan mulai diberlakukannya kenaikan tarif ojek online. Catatan VIVA, kenaikan tarif tersebut diumumkan Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan pada Selasa 10 Maret 2020. 

Baca juga: Pabrik Mobil Listrik di China Jadi Produsen Masker Terbesar di Dunia

Bobby Nasution Unggul Hitung Cepat di Pilgub Sumut, Jokowi: Yang Menang Harus Tetap Rendah Hati

Tarif Batas Bawah (TBB) ojek online diputuskan naik Rp250 per kilometer (km) dari sebelumnya Rp2.000 per km menjadi Rp2.250. Sementara itu, Tarif Batas Atas (TBA) naik Rp150 per km atau ke level Rp2.650. Dengan demikian, rentang tarif ojek online di Jabodetabek adalah Rp2.250-2.650 per km.

Presiden Jokowi sebelumnya mengimbau agar seluruh instansi baik negeri hingga swasta menghindari kontak dekat. Hal itu bisa dilakukan dengan kerja dari rumah, hingga ibadah di rumah, harus mulai dilakukan.

"Dengan kondisi ini saatnya kita bekerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah," kata Jokowi, dalam keterangannya di Istana Bogor, Minggu, 15 Maret 2020.

Karena hanya sebatas imbauan, hal tersebut pun tampaknya belum diterapkan secara penuh oleh dunia usaha khususnya sektor swasta. Para pekerja ibu kota pun mengalami dilema. 

Karena, mereka harus tetap ngantor sesuai dengan keputusan perusahaannya. Khususnya yang belum memiliki sistem mitigasi yang tepat, untuk memastikan bisnisnya masih bisa berjalan meski karyawannya bekerja dari rumah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya