Toyota Bicara LCGC Jilid Dua, Jauh Lebih Irit Bahan Bakar
- VIVA.co.id/Purna Karyanto
VIVA.co.id – Program Kendaraan Bermotor Hemat Bahan Bakar (KBH2) atau yang lebih dikenal dengan LCGC (Low Cost Green Car) bakal berlanjut ke jilid kedua. Generasi baru KBH2 ini rencananya akan memayungi kendaraan yang lebih hemat bahan bakar dari sebelumnya.
Dalam aturan LCGC, kendaraan wajib mendapat efisiensi bahan bakar 20 kilometer per jam. Dalam proyek jilid kedua, konsumsi bahan bakar akan lebih irit ketimbang program pertama. Rupanya LCGC tahap kedua ini berbeda jalur dengan program lain yang diinisiasi pemerintah, yakni Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) atau kendaraan rendah emisi yang dicanangkan siap booming di 2025. Meski program LCEV terus berjalan, LCGC tahap kedua juga terus berjalan.
Hal ini ditegaskan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawiryawan. Kepada wartawan, Putu mengatakan, diskusi dengan berbagai pihak terkait hingga kini masih terus dilakukan.
"Kami dari Kementerian Perindustrian menggunakan fuel consumption. LCGC tetap dipertahankan satu liter sampai 20 kilometer, tapi kalau sampai ditingkatkan lagi bisa, kemungkinan kendaran-kendaraan baru (LCGC jilid dua) bisa sampai lebih dari 20 kilometer per liter," kata dia di Jakarta.
PT Toyota Astra Motor (TAM) selaku agen tunggal pemegang merek Toyota di Tanah Air turut bersuara atas rencana ini. Menurut Executive General Manager PT TAM, Fransiscus Soerjopranoto, pihaknya menyambut hangat rencana LCGC tahap kedua. Toyota, kata dia, tentu akan siap jika pemerintah meminta menghadirkan LCGC dengan bahan bakar di atas 20 kilometer per liter.
“Bentuk real saya belum tahu, belum ada diskusi juga. Tapi kalau wacana LCGC tahap dua saya sudah dengar, dia mau full consumption didahului. CO2 carbon tax (pajak atas polusi, pajak lingkungan) langsung dipadukan, jadi pemerintah enggak mau namanya CO2 itu jadikan patokan (menentukan harga mobil),” tuturnya.
Toyota sendiri berharap agar tak ada lagi pengetesan CO2, mengingat mobil tersebut sudah irit dalam hal konsumsi bahan bakar. “Jadi sekarang gini, siapa yang akan tes CO2-nya? Yang kedua, jadi jualan alat nantinya. Kalau sudah merasa full consumption oke, enggak usah lagi dong CO2, saya lihat dari goverment-nya jadi lebih wise,” ujarnya. (mus)