Pemerintah 'Otak-atik' Taksi Online, Para Driver Protes
- REUTERS/Edgar Su
VIVA.co.id – Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan akan menerapkan revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32/2016 yang menjadi acuan taksi online mulai 1 April 2017 mendatang.
Beberapa perwakilan pengemudi taksi online pun merespon aturan baru taksi berbasis aplikasi tersebut. Septian, pengemudi taksi online GrabCar mengaku khawatir aturan itu akan mengurangi jumlah pengguna layanan taksi online.
"Yang ditakutkan sama teman-teman driver sih takut customer berkurang karena tarif taksi online dan konvensional bakal enggak beda jauh. Jadi ya sama saja bohong pendapatan naik tapi customer berkurang," kata Septian kepada VIVA.co.id di Jakarta, Selasa 21 Maret 2017.
Dia menambahkan, kurangnya pengguna taksi online akan mempengaruhi pendapatan mereka. Dengan kondisi seperti itu pengemudi yang rata-rata menggunakan kendaraan sendiri sebagai armadanya akan kesulitan membayar kredit mobil.
"Rata-rata kan berani ngambil kredit mobil, dengan harapan bisa dilunasi lewat nge-GrabCar. Intinya kalau buat saya aturan tarif batas atas dan bawah memang menguntungkan asal customer masih memilih taksi online," ujarnya.
Senada, pengemudi taksi online UberCar, Muhamad, mengaku keberatan dengan aturan baru taksi online. Terutama dengan aturan STNK berbadan hukum. Dia menolak kendaraannya menjadi atas nama perusahaan.
"Ya namanya mobil sendiri, mana mau kami balik nama menjadi nama perusahaan. Pemerintah harusnya sih mempertimbangkan hal itu," tutur dia.
Sejauh ini dia tak mempersoalkan aturan tarif batas atas dan tarif batas bawah untuk taksi online. Hanya saja dia juga mengkhawatirkan pasar taksi online menjadi sepi.
"Iya takut sepi yang naik taksi online. Karena pada jam-jam tertentu saja kan yang ramai. Kalau nanti disamakan dengan taksi biasa (konvensional) ya enggak ada lagi angkutan murah tapi nyaman," katanya.