Kendaraan Mesin Diesel Siap Diproduksi Massal, Asalkan...
- Rushlane
VIVA.co.id – Ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar yang sesuai standar internasional dan distribusi yang menjangkau seluruh Indonesia akan mendorong Agen Pemegang Merek (APM) untuk merakit dan memasarkan kendaraan bermesin diesel secara lebih massif.
Pembina III Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Sudirman MR mengatakan sepanjang produsen bahan bakar solar, yaitu Pertamina dapat menyediakan solar yang sesuai standar Euro empat dan distribusinya bisa tersebar di seluruh Indonesia, Agen Pemegang Merek (APM) siap merakit dan memasarkan kendaraan bermesin diesel.
"Prinsipal sudah siap semua. Bahkan, di luar negeri juga makin banyak yang beralih ke diesel," ujar Sudirman dalam keterangannnya yang diterima VIVA.co.id, Sabtu, 14 Mei 2016.
Menurut Sudirman, di beberapa negara tetangga sudah jauh lebih besar pangsa pasar kendaraan bermesin diesel dibandingkan kendaraan bermesin bensin. Sementara di Indonesia, pangsa pasarnya baru 20 persen.
"Itu pun hanya kendaraan komersial, seperti truk, bus dan angkutan umum saja," kata Sudirman.
Seperti diketahui, saat ini Pertamina memasarkan tiga jenis solar untuk kendaraan bermesin diesel, yakni Biosolar, Dexlite dan Pertamina Dex. Biosolar memiliki cetane number 48 dan sulfur content maksimal 3.000 ppm.
Sementara itu, Dexlite memiliki cetane number minimal 51 dan sulfur content maksimal 1.200 ppm. Sedangkan jenis tertinggi untuk solar adalah Pertamina Dex yang memiliki cetane number 53 dan sulfur content maksimal 300 ppm.
Semakin tinggi angka cetane number, maka kualitas bahan bakar juga semakin baik. Sementara itu, semakin kecil angka sulfur content, emisi gas buang juga semakin ramah lingkungan.
Namun, karena harganya paling murah dengan subsidi pemerintah, biosolar tercatat memiliki konsumsi paling besar. Apalagi sebelum Dexlite dipasarkan mulai April 2016, harga Biosolar dan Pertamina Dex terpaut cukup jauh.
Istilah Euro adalah standar emisi kendaraan bermotor di Eropa yang juga diadopsi beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia. Penerapan standar emisi tersebut diikuti dengan peningkatan BBM. Saat ini, Indonesia masih menggunakan Euro dua.
Ketentuan tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 141/2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru sejak 2007. Saat ini Pertamina secara perlahan akan menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah dan spesifikasi kendaraan yang semakin canggih.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegero mengatakan, khusus untuk sektor transportasi memang selama ini banyak didominasi konsumsi gasoline atau bensin. Untuk solar, konsumsinya lebih dominan di sektor angkutan barang dan transportasi umum, seperti bus.
"Selain sektor transportasi, konsumen utama solar adalah sektor industri," katanya. (ase)