Terus Dikuasai Asing, Kapan Indonesia Punya Mobil Nasional?

Mobil nasional komodo.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Rendra Saputra
VIVA.co.id -
Dewasa kini, gempuran pasar mobil Jepang, Korea, Amerika Serikat,  dan Eropa, terus menguasai pasar otomotif nasional. Para raksasa otomotif tersebut, sepertinya merasa nyaman dengan tingkat konsumsi belanja masyarakat Indonesia yang begitu tinggi.


Tak heran, jika kemudian para produsen itu menganggap bahwa Indonesia merupakan pasar yang menggiurkan untuk mendulang pundi-pundi kesuksesan.


Ironinya, hingga kini Indonesia belum juga memiliki mobil nasional, seperti halnya beberapa negara lain, di antaranya Malaysia dengan Proton. Lantas, kapan giliran Indonesia?
Melacak Jejak Mobil Buatan Indonesia Esemka


Buat Mobil Listrik, Malaysia Kembali Comot Putra Terbaik RI
Menurut President Director PT FIN Komodo Teknologi, Ibnu Susilo, proyek mobil nasional merupakan tantangan yang perlu dijawab oleh pemerintah, mengingat daya beli masyarakat yang tinggi terhadap kendaraan. Namun sayang, porsi besar itu hanya dinikmati para produsen asing.

Alasan Kenapa Mobil di Indonesia Setirnya Ada di Kanan

"Jika pemerintah hanya mendorong produsen otomotif asing untuk buka pabrik di sini (Indonesia) itu tidak akan menjawab persoalan. Kita tidak akan pernah punya mobil nasional," kata Ibnu kepada
VIVA.co.id
di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, belum lama ini.


Pemerintah, kata dia, seharusnya mendorong agar mobil nasional itu terus berdiri, tidak hanya di depan publik saja. Namun sejalan dengan apa yang disampaikan.


"Karena, saat ini terlihat setengah-setengah, support gitu-gitu saja," ujar Ibnu.


Menurutnya, bila itu yang terus dilakukan, tidak akan mungkin embrio-embrio mobil nasional seperti halnya mobil Komodo buatan Cimahi, Jawa Barat, akan tumbuh. Terlebih, minat pasar sudah terbentuk dengan produk-produk mobil keluaran raksasa produsen otomotif yang ada saat ini. Artinya kian sulit mobil-mobil nasional untuk bersaing merebut konsumen. Apalagi, stigma sudah terbentuk jika kualitas lokal diragukan ketimbang luar negeri.


Menurut Ibnu, meski membuka pabrik sekalipun di Indonesia, produsen mobil asing tidak akan membiarkan Indonesia mempunyai mobil nasional. Sebab, hal tersebut tentu berpotensi mengancam keberlangsungan bisnis mereka.


Kondisi serupa berbeda dengan yang terjadi di Malaysia, serta India. Di mana pemerintah mendukung penuh keberadaan mobil nasional.


"Maka itu, pemerintah harus membantu melakukan pengembangan industri otomotif yang mandiri. Sebab, teknologi asing apapun tidak bisa ditransfer ke kita. Pemerintah harus budayakan teknologi, manfaatkan banyak insinyur-insinyur kita," ujarnya.


"Jangan bicara mahalnya biaya riset, pengembangan teknologi dan sebagainya. Tetapi bicara ke depannya. Ibarat istri atau anak, apakah kita harus sayang dengan istri atau anak orang lain sedangkan keluarga kita belum terurus. Toh, tujuannya untuk membahagiakan mereka," kata Ibnu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya