Bunyi Sirene Bikin Stress saat Macet, MTI: Hak Utama Patwal untuk Presiden-Wapres

Viral Patwal untuk mobil RI 36 tunjuk-tunjuk sopir taksi.
Sumber :
  • Tangkapan Layar

Jakarta, VIVA –   Patrol dan pengawalan atau Patwal para pejabat kini menjadi sorotan dan menimbulkan persepsi kurang baik di masyarakat. Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, menyebut patwal hak utamanya khusus presiden dan wakil presiden.

Kasus Pagar Laut Tangerang, Menteri Nusron Pecat 6 Pejabat

"Untuk kendaraan pimpinan lembaga negara Republik Indonesia dikhususkan cukup bagi presiden dan wakil presiden," kata Djoko, seperti dikutip dari Antara, Selasa 28 Januari 2025.

Lebih lanjut dia menyebut bahwa pejabat negara lain tidak perlu dikawal seperti halnya presiden dan wakil presiden. Contohnya saat di Jakarta, karena kondisi jalan yang macet bisa berimbas kepada pengguna jalan lainnya.

Seskab Teddy Dinilai Paling Moncer Jadi Pejabat Baru di Era Prabowo

Presiden Prabowo Subianto di mobil Maung Garuda RI 1

Photo :
  • TV Parlemen

"Perhitungkan, sekarang setiap hari lebih dari 100-an kendaraan harus dikawal polisi menuju tempat beraktivitas, jalan-jalan di Jakarta akan semakin macet dan membikin pengguna jalan menjadi stress dengan bunyi-bunyian sirene kendaraan patwal," ujarnya.

Kendaraan Mogok Usai Terobos Banjir di Perimeter Utara Bandara Soetta

Djoko menyebut jalan yang dibangun melalui pungutan pajak sudah semestinya semua masyarakat berhak menikmatinya, kecuali ada kekhususan bagi kendaraan tertentu seusai Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Adapun pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan diatur dalam Pasal 134 UU LLAJ, dengan urutan: (a) kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas; (b) ambulans yang mengangkut orang sakit; (c) kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas; (d) kendaraan pimpinan lembaga negara RO; (e) kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara; (f) iring-iringan pengantar jenazah; dan (g) konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri.

"Pada dasarnya menggunakan sarana dan prasarana jalan untuk keperluan berlalu lintas adalah hak asasi setiap orang. Semua orang mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jalan untuk berlalu lintas. Tidak ada seorang pun mempunyai hak untuk diutamakan, kecuali didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku," tuturnya.

Jalur Busway

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Untuk itu, dia menilai pejabat negara bisa menggunakan fasilitas angkutan umum di Jakarta yang sudah memberikan pelayanan dengan cakupannya setara dengan kota-kota di dunia, yakni 89,5 persen wilayah Jakarta.

"Artinya, ketersediaan layanan angkutan umum di Jakarta sudah sedemikian merata tidak jauh berbeda dengan kota dunia lainnya yang masyarakat dan pejabat sudah terbiasa menggunakan angkutan umum. Angkutan umum yang tersedia di Jakarta sudah beragam, seperti ojek, bajaj, mikrolet, bus, KRL, LRT hingga MRT," katanya.

Menurut dia, pejabat negara semestinya membiasakan menggunakan angkutan umum, minimal sekali seminggu, dengan demikian akan mengetahui kondisi sebenarnya kehidupan masyarakat.

"Diperlukan pejabat yang peka terhadap kehidupan sosial masyarakat. Hal yang langka di Indonesia, jika bisa menemukan pejabat yang mau setiap hari menggunakan kendaraan umum ke tempat kerja," ucapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya