Nissan Hancur-hancuran, Apakah Bisa Bertahan?
- VIVA Otomotif
New York, VIVA – Nissan tengah menghadapi berbagai tantangan besar, mulai dari pemotongan 9.000 pekerjaan hingga penurunan produksi global sebesar 20 persen.
Namun, Chief Planning Officer Nissan Amerika Serikat, Ponz Pandikuthira, tetap optimis terhadap masa depan perusahaan Jepang ini.
“Saya melihat pemulihan yang sangat kuat,” ujarnya, dikutip VIVA Otomotif dari Motor Authority, Senin 6 Januari 2024.
Nissan, yang pernah bangkit dari krisis besar pada 1999 melalui aliansi dengan Renault, kini kembali berjuang untuk menata ulang bisnisnya. Skandal yang melibatkan mantan CEO Carlos Ghosn pada 2018 telah meninggalkan dampak besar, memperlambat pemulihan perusahaan akibat pergantian manajemen berulang kali.
Meski demikian, Nissan menunjukkan perubahan melalui peluncuran produk baru, termasuk SUV full-size Infiniti QX80 dan Nissan Armada yang diperbarui setelah 15 tahun.
Pandikuthira juga mengungkapkan rencana Nissan untuk meluncurkan empat mobil listrik (EV) baru, teknologi PHEV (Plug-in Hybrid Electric Vehicle), dan generasi terbaru Rogue dengan berbagai varian mesin hingga 2025.
Meskipun berita pemotongan pekerjaan dan produksi menimbulkan kekhawatiran, Pandikuthira menegaskan bahwa langkah tersebut adalah bagian dari rightsizing untuk menyesuaikan struktur biaya dengan penurunan volume penjualan global.
Nissan juga menghadapi persaingan ketat di pasar China, di mana merek lokal mendominasi. Namun, perusahaan sedang mengembangkan strategi baru dengan berfokus pada produk yang relevan untuk pasar lokal.
Menanggapi spekulasi bahwa Nissan menghadapi krisis likuiditas, Pandikuthira menjelaskan bahwa laporan tersebut salah tafsir.
“Nissan memiliki cadangan kas sebesar US$9 miliar (setara Rp145 triliun) dan tidak ada risiko kehabisan uang dalam 12 bulan ke depan. Kami bahkan memproyeksikan arus kas positif pada tahun keuangan mendatang,” tuturnya.