Deflasi Beruntun, Toyota Harap Kenaikan PPN Bisa Dipertimbangkan Kembali

Ekspor mobil Toyota Fortuner
Sumber :
  • Dok: TMMIN

Jakarta, VIVA – Saat ini Indonesia mengalami fenomena perekonomian terbaru, berupa deflasi yang terjadi selama lima bulan beruntun sejak Mei 2024.

Toyota Dorong Generasi Muda Berinovasi Demi Kelestarian Alam

Hal tersebut dikhawatirkan bisa memberikan dampak terhadap industri otomotif nasional.

PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) pun menanggapi terkait adanya fenomena deflasi di Tanah Air ini.

BI Optimis Inflasi RI hingga Akhir 2024 Capai Target Sasaran

Menurut Wakil Presiden Direktur PT TMMIN, Bob Azam menyampaikan ada baiknya Pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan menjadi 12 persen mulai awal tahun depan.

"Kita harap semua tahan diri dulu. Pemerintah  tahan diri, jangan lah dinaikkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai menjadi 12 persen). Kalau bisa ditangguhkan," ujarnya dikutip VIVA di Jakarta.

Toyota: Insentif Hybrid Bisa Percepat Investasi Komponen e-Parts

VIVA Otomotif: Pabrik Toyota

Photo :
  • Carscoops

Adapun, Bob menganggap kenaikan PPN ini berpotensi mendorong industri termasuk otomotif memasuki fase stagflasi, yakni situasi di mana daya beli masyarakat melemah sementara harga barang mengalami kenaikan akibat beban PPN yang tinggi.

"Naik oke, tapi harus terukur. Jangan sampai justru menambah beban yang menyebabkan ekonomi kita lebih masuk ke jurang stagflasi," tuturnya.

Ia menambahkan, "Stagflasi artinya kemampuan (daya beli) turun tapi harga naik. Nah ini hanya satu step sebelum resesi. Kita harus jaga. Ini berbahaya banget kalau sudah stagflasi,"

Lebih lanjut, Bob juga mengatakan agar para pelaku usaha juga bisa menahan diri untuk tidak menaikkan harga.

"Para pelaku usaha juga jangan menaikkan harga. Buruh upahnya naik tidak apa, karena buruh itu kita pengen dijaga terus daya belinya, yang juga akan meningkatkan produktivitas industri," tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya