Ini Hasil Studi Terbaru Mobil PHEV
- Dok: Mitsubishi Motors
Jakarta, VIVA – Mobil Hybrid Plug-in Electric Vehicle (PHEV) kerap dianggap sebagai pilihan alternatif di era elektrifikasi. Namun, studi terbaru dari J.D. Power menyampaikan bahwa pernyataan tersebut tidak terlalu benar.
Dalam studi tersebut mengungkapkan bahwa mobil PHEV cenderung lebih mahal dan kurang memuaskan bagi pembeli dibandingkan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dan hybrid.
Dilansir VIVA dari laman Insideeves pada Rabu, 9 Oktober 2024, banyak orang berpikir bahwa PHEV adalah pilihan ideal karena menggabungkan keunggulan kendaraan listrik dan mesin pembakaran internal.
Namun, data menunjukkan bahwa PHEV hanya menyumbang 2 persen dari total pasar, yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan hybrid dan EV yang masing-masing sekitar 10 persen.
Meskipun ada 41 model PHEV yang tersedia di Amerika Serikat, penjualan PHEV justru menurun, berbeda dengan pertumbuhan penjualan hybrid dan EV.
Lebih lanjut, walaupun PHEV mendapatkan kredit pajak yang sama dengan EV, biaya produksi PHEV lebih tinggi.
Rata-rata harga transaksi untuk SUV kompak PHEV adalah $48,700 atau setara Rp760 jutaan, sementara untuk hybrid tradisional adalah $37,700 atau Rp589 jutaan dan untuk EV hanya $36,900 atau Rp577 jutaan.
Selain itu, banyak pengguna PHEV tidak mengisi daya baterai mereka secara konsisten, yang membuat mereka lebih bergantung pada bahan bakar.
Kemudian, dalam studi tersebut juga disampaikan bahwa mobil PHEV sering kali tidak memberikan pengalaman berkendara yang mulus.
Ketika tidak terisi daya, mereka membutuhkan lebih banyak bahan bakar dibandingkan hybrid biasa. Banyak PHEV juga tidak mampu menawarkan torsi instan yang membuat EV begitu mudah untuk dikendarai.
Selain itu, PHEV tidak mendukung pengisian cepat arus searah, sehingga pengisian memakan waktu lebih lama.