Menperin Panik, Apakah Toyota Tetap Buat Mobil Hybrid di RI Tanpa Insentif?

VIVA Otomotif: Perakitan Toyota Yaris Cross di pabrik TMMIN
Sumber :
  • Dok: TMMIN

VIVA – Sejumlah produsen yang mengharapkan mobil hybrid mendapatkan insentif harus gigit jari, lantaran mobil dengan dua sumber energi itu dianggap sudah laku tanpa ada keringananan dari negara.

Menperin Pastikan RI Ekspor Prekursor ke Eropa dan Amerika Utara pada Awal 2025

Berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor di Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil hybrid di Indonesia memang lebih laku dibanding listrik murni, dan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan signifikan.

Penampakan Mobil All New Kijang Innova Zenix terbaru

Photo :
  • VIVA Otomotif/Muhammad Thoifur
All-New Hilux Rangga: New Hero Berikan New Solution yang Lengkap dan Menguntungkan Pelanggan

Pada 2022 penjualan mobil hybrid menorehkan angka 10 ribu unit, dan satu tahun setelahnya atau sepanjang 2023 melonjak drastis menjadi 55 ribu unit.

Tahun ini, di tengah penjualan mobil baru yang menurun model hybrid masih terlihat meningkat, pada periode Januari-Juni 2024, sudah 25.807 unit.

Belum Ada Bahasan soal Insentif Mobil Listrik dan Hybrid Tahun Depan di Pemerintah

Meski begitu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang menginginkan mobil hybrid mendapatkan insentif cukup panik jika tidak ada keringanan yang diberikan, dia khawatir tidak ada lagi produsen yang produksi teknologi tersebut secara lokal.

"Kami inginnya ada insentif, walaupun insentifnya nggak bisa sebesar mobil listrik. Karena begini, salah satu pertimbangan kenapa kita perlu mempertimbangkan insentif untuk mobil hybrid kami tidak mau pabrikan mobil hybrid yang sudah ada di Indonesia itu pindah," ujar Menperin kepada wartawan di DPR RI.

Jika sampai terjadi brand yang awalnya produksi mobil hybrid di dalam negeri tidak dapat insentif, lalu hengkang atau memindahkan tempat produksinya ke negara lain. Karena menurutnya agak mirip dengan kasus di era 1980-an, saat mempersulit tumbuhnya industri semikonduktor, dan akhirnya hijrah ke Malaysia.

"Kami juga tidak mau kemudian negara-negara lain di ASEAN, yang memberikan insentif yang cukup menarik bagi pengembangan mobil-mobil hybrid itu nanti pindah ke negara-negara tersebut. Itu yang kita tidak mau," tuturnya.

Padahal tanpa adanya insentif PT Toyota Astra Motor (TAM) akan tetap mengembangkan mobil hybrid, baik diproduksi lokal, atau sekadar impor untuk dijual di pasar. Terutama memproduksi Kijang Innova Zenix Hybrid yang menjadi tulang punggung penjualan mobil hybrid mereka.

"Insentif menjadi salah satu pertimbangan, tapi hanya salah satu. Jadi ada, atau tidaknya insentif membuat kita introduced atau tidak belum tentu juga (pengembangan mobil hybrid tetap jalan). Tapi pastinya kalau ke depan ada diskusi-diskusi lain, yah kita tetap terbuka," ujar Marketing Direktur PT TAM, Anton Jimmy Suwandy.

Sebelumnya saat dikonfirmasi Viva Otomotif, Anton pernah menyebut untuk mencapai netralitas karbon, bukan hanya dicapai dari kendaraan listrik murni, namun masyarakat saat ini diberikan banyak pilihan kendaraan dengan sistem elektrifikasi, salah satunya hybrid.

"Ketersediaan ragam teknologi elektrifikasi yang tersedia rasanya akan bisa membantu mengakselerasi perkembangan dan adopsinya di Indonesia, memungkinkan kontribusi pengurangan emisi lebih besar," katanya.

Sehingga Toyota masih berharap agar pemerintah mendukung semua teknologi dalam proses dekarbonisasi. Karena semuanya bertujuan untuk mencapai netralitas karbon seperti yang ditargetkan pada 2060.

"Jadi, melihat opportunity yang ada saat ini kami berharap pemerintah dapat mendukung semua teknologi yang berkontribusi pada pengurangan emisi untuk mencapai netralitas karbon," sambungnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya