Gara-gara Ini Menteri Airlangga Sebut Mobil Hybrid Gak Perlu Insentif
- VIVA.co.id/Arianti Widya
VIVA – Sejumlah produsen yang mengharapkan mobil hybrid mendapatkan insentif harus gigit jari, lantaran mobil dengan dua sumber energi itu dianggap sudah laku tanpa ada keringananan dari negara.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, bahwa untuk kebijakan industri otomotif sudah dikeluarkan, di mana tidak ada perubahan, dan tambahan salah satunya mobil hybrid.
"Kalau kita lihat, penjualan dari mobil hybrid hampir dua kali penjualan BEV (battery electric vehicle). Jadi sebenarnya produk hub hybrid itu sudah berjalan dengan mekanisme yang ada sekarang," ujar Airlangga Hartarto di Konfrensi Pers Pertumbuhan Ekonomi, dikutip, Rabu 7 Agustus 2024.
Berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor di Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil hybrid di Indonesia memang lebih laku dibanding listrik murni, dan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan signifikan.
Pada 2022 penjualan mobil hybrid menorehkan angka 10 ribu unit, dan satu tahun setelahnya atau sepanjang 2023 melonjak drastis menjadi 55 ribu unit. Untuk tahun ini, di tengah penjualan mobil baru yang menurun model hybrid masih terlihat meningkat, pada periode Januari-Juni 2024, sudah 25.807 unit.
Atas dasar itulah, pemerintah akhirnya memutuskan bahwa mobil hybrid yang saat ini ditawarkan oleh Toyota, Honda, Morris Garage, Wuling, dan beberapa brand lain yang sudah melakukan produksi lokal tidak perlu diberikan keringanan.
Sehingga untuk mencapai dekarbonisasi Insentif hanya diberikan kepada mobil listrik murni berbasis baterai, mulai dari bebas bea masuk, PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) ditanggung pemerintah, serta diskon PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 10 persen.
"Tentu kita dorong bahwa electric vehicle ini yang harus didorong supaya lebih cepat lagi. Tapi dari pameran otomotif kemarin, hasilnya relatif bagus untuk kita mendorong penjualan," tuturnya.
Adapun pajak yang dibebankan untuk mobil hybrid lebih ringan dari mobil konvensional. Semua itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021, atas Perubahan PP Nomor 73 Tahun 2019.
Melalui kebijakan tersebut besaran pajak mobil hybrid mulai dari 15 persen, 25 persen, hingga 30 persen tergantung dari volume silinder mesin, dan emisi karbon yang dihasilkan.
Maka tidak heran jika harga mobil hybrid tetap lebih mahal dibandingkan mobil konvensional, meski emisinya lebih rendah, dan lebih iritt BBM, namun harga dari teknologi yang disematkan masih tergolong tinggi.