Hyundai Singgung Pemerintah Jika Mobil Hybrid Dikasih Insentif, Mau Lari apa Jalan?
- PLN
VIVA – Untuk mencapai derkarbonisasi pemerintah saat ini lebih condong ke kendaraan listrik, baik itu mobil pribadi, sepeda motor, atau kendaraan komersial yang diberikan berbagai insentif, dan kemudahan.
Khusus mobil listrik yang sudah diproduksi di dalam negeri, demi menekan harga jual mendapatkan diskon PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 10 persen, serta bebas PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah).
Adapun insentif itu bisa dinikmati jika memiliki TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) di atas 40 persen. Saat ini mobil yang masuk kategori tersebut, yaitu Hyundai Ioniq 5, Ioniq 5 N, Kona Electric, Wuling Air ev, BinguoEV, Chery Omoda E5, MG ZS EV, dan lain-lain.
Bukan hanya diproduksi lokal, pemerintah juga memberikan keringanan buat mobil listrik yang statusnya masih impor utuh, dan BYD menjadi salah satu brand pertama yang menikmati insentif CBU (Completely Built Up).
Maka tidak heran jika mobil listrik BYD yang didatangkan utuh dari China ke Indonesia harganya masih bisa bersaing, baik itu Dolphin, Atto 3, Seal, dan M6. Tapi dengan catatan hanya berlaku dua tahun.
Setelah itu mereka harus memproduksi keempat mobil listriknya di dalam negeri, dengan kuota yang sama saat masih impor, jika tidak akan ada penalti berupa ganti rugi uang insentif yang sudah disediakan negara.
Sedangkan insentif mobil hybrid masih digantung di Kementerian Keuangan, meski Kementerian Perindustrian sudah mengusulkan. Sebab saat ini harganya jualnya tetap lebih mahal dari model konvensional.
Karena pajak yang ditanggung mobil hybrid sesuai dari kadar emisi, serta volume mesin. Melihat adanya rencana pemerintah untuk menggelontorkan insentif tersebut, PT Hyundai Motor Indonesia (HMDI) turut merespon.
Produsen pertama yang memproduksi kendaraan listrik di Indonesia itu menilai bahwa pemerintah perlu mengambil keputusan yang tegas jika ingin mencapai netralitas karbon pada 2060.
“Kami mengharapkan pemerintah segera memberikan gambaran yang jelas mengenai ada, atau tidaknya peraturan ini,” ujar COO PT HMID, Fransiscus Soerjopranoto melalui pesan singkatnya kepada Viva Otomotif, Rabu 31 Juli 2024.
Ketidakpastian tesebut menurutnya membuat pasar menjadi stagnan, karena masyarakat masih menahan untuk melakukan pembelian, lantaran tidak ingin rugi jika nantinya harga mobil hybrid jadi lebih terjangkau.
“Wacana pemberian insentif hybrid ini dapat dipahami oleh masyarakat umum sebagai bagian dari melindungi keberadaan industri pabrikan otomotif yang ada saat ini,” tuturnya.
Soerjo sapaan akrabnya menyebut, hybrid masih mengandalkan mesin pembakaran, sehingga pemerintah perlu memilih. Karena jika ingin lebih cepat menekan emisi tentu berlaih pakai kendaraan listrik.
“Hybrid merupakan bagian dari mesin “combustion”. Jadi tergantung pemerintah apakah akan ‘berlari’ dengan mobil listrik atau ‘berjalan’ dengan membawa mobil hybrid,” tegasnya.
Hyundai menjadi salah satu brand yang berkomitmen mengikuti kemauan pemerintah sejak hadir di Indonesia, setelah bangun pabrik, dan membuat mobil listrik di dalam negeri, saat ini jenama asal Korea Selatan itu menjadi yang pertama mendirikan pabrikan baterai bersama LG.
“Jangan lupa pemerintah mencanangkan net zeo carbon di tahun 2060. Keberhasilannya sangat tergantung ketegasan pemerintah terutama dalam hal kebijakan di setiap industri termasuk otomotif. Sekali lagi, Hyundai berkomitmen untuk selalu mematuhi, dan menjalankan peraturan pemerintah,” sambungnya.