Kendaraan Listrik Sepenuhnya Ramah Lingkungan Jika Negara Melakukan Ini

SPKLU Voltron
Sumber :
  • Voltron

VIVA – Kendaraan listrik menjadi salah satu solusi untuk mencapai dekarbonisasi, namun sayangnya untuk saat ini tidak sepenuhnya kendaraan pelahap seterum itu ramah lingkungan, terutama saat pengisian baterai.

Citroen Soroti Ketimpangan Insentif Mobil Hybrid dan Listrik

Sebab sumber listrik yang beredar sebagian besar masih menggandalkan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) baru bara, dan sumber kelistrikan itu digunakan oleh SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum).

Kepala Balai Survei dan Pengujian EBTKE Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi Kementerian ESDM, Harris, mengatakan, permasalahannya batu bara salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca.

Terpopuler: Risiko Mobil Listrik di Kapal, Beratnya Penjualan Kendaraan Tahun Depan

“Batu bara penghasil emisi terbesar khusus di sektor pembangkit. Listrik yang kita gunakan, masih 67 persen datang dari batu bara,” ujar Harris di ICE BSD, Tangerang, dikutip, Rabu 24 Juli 2024.

Untuk mencapai netralitas karbon pada 2060, maka menurutnya harus ada perubahan dari sektor pembangkit listrik itu sendiri. Sehingga bisa menurunkan emisi secara maksimal, agar lebih ramah lingkungan.

Cara Dapat Diskon Listrik 50% untuk Pelanggan PLN Tanpa Proses Registrasi, Cek Panduan Mudahnya di Sini!

“129 juta ton yang akan kita upayakan bisa kita capai di 2060 yang saat ini untuk sektor energi sekitar 181 juta ton equivalen, dan emisinya masih sangat besar, yang akan kita kurangi secara signifikan,” tuturnya.

Namun peralihan sumber energi dari pembangkit listrik itu baru bisa dilakukan dalam waktu beberapa tahun depan, sesuai dengan kontrak yang disetujui oleh stakeholder terkait.

“Karena pada 2023-2030 masih akan ada PLTU batu bara yang masuk ke sistem karena sudah kontrak sebelumnya. Jadi tidak bisa diputus sepihak,” katanya.

Setelah 2030 tidak ada lagi kontrak PLTU batu bara yang dijual ke masyarakat kecuali untuk yang produksi di pertambangan.  

Misalnya di pertambangan nikel misalnya masih diberikan kemudahan memakai batu bara tetapi dalam 10 tahun mereka harus mengurangi emisinya sebesar 35 persen, dan 2050 sudah tidak ada lagi.

“Seiring dengan itu, juga dilakukan mitigasi penggunaan batu bara melalui cofiring. Jadi ada pembakaran bersama yang dilakukan di pembangkit PLTU disubsitusi dengan biomass,” sambungnya.

Hal senada disampaikan Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Electronika (ILMATE), Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika

“Kalau kita lihat memang battery electric vehicle bisa menghemat sampai dengan 100 persen bahan bakar yang digunakan di kendaraan,” ujar Putu dalam kesempatan yang sama.

Tapi kendalanya, sebagian besar sumber pembangkit listrik di Indonesia, begitupun untuk charging station kendaraan listrik masih berasal dari batu bara, di mana secara emisi masih sangat besar.

“Cuma kejadiannya di bawah karena tadi 60 persen kandungan listrik kita fossil, itu belum bisa mengurangi karbon emisi CO2,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya