Pro Kontra Rencana Pelarangan Mobil Tua di Jakarta
- Yasin Fadilah/VIVA.co.id
VIVA – Pemerintah Provinsi DKI sedang sibuk menata Jakarta, agar menjadi kota yang lebih ramah lingkungan. Berbagai kebijakan disiapkan, salah satunya memberi insentif ke kendaraan yang tidak menghasilkan polusi.
Gubernur DKI, Anies Baswedan mengatakan bahwa kendaraan bermotor pribadi menempati urutan paling bawah dari prioritas penanganan transportasi di Jakarta. Di atasnya ada angkutan umum, kemudian kendaraan yang ramah lingkungan.
Yang termasuk dalam kategori itu di antaranya sepeda konvensional maupun listrik, serta mobil dan motor setrum. Urutan paling atas dari prioritas tersebut adalah para pejalan kaki.
Tidak hanya itu, para pengguna mobil, motor maupun kendaraan jenis lainnya juga wajib menjalani proses uji emisi. Ini berlaku untuk semua jenis transportasi yang usia pakainya lebih dari 3 tahun.
Kewajiban uji emisi tersebut merupakan salah satu dari tujuh aksi untuk mengendalikan pencemaran udara, dan diatur melalui Peraturan Gubernur DKI nomor 66 tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.
Aksi lainnya yang saat ini sedang jadi sorotan, yaitu rencana membatasi jumlah kendaraan yang melintas di Jakarta berdasarkan tahun pembuatannya, di mana batas maksimum yakni 10 tahun. Gagasan itu disebut-sebut akan mulai diterapkan pada 2025.
“Kami sedang mengatur untuk arah ke sana. Tapi, saat ini belum ada ketepatan terkait regulasi soal itu,” ujar Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan DKI, Yusiono Supalal saat acara konferensi pers virtual belum lama ini, dikutip VIVA Otomotif Minggu 28 Februari 2021.
Munculnya wacana itu menimbulkan pro dan kontra. Menurut pengakuan Co-Founder Carro Automall, Aditya Lesmana, kendaraan yang usianya lebih dari 7 tahun dianggap hanya akan membebani penggunanya saja. Itu sebabnya, ia membatasi umur mobil yang ditawarkan ke pelanggan.
“Dari umur, kami mencoba tidak lebih dari 7 tahun. Alasannya, di atas umur tersebut biaya-biaya lain ke depannya semakin mahal bagi konsumen,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia atau IMI, Rifat Sungkar menjelaskan bahwa rencana pembatasan akan membuat ekosistem kendaraan klasik jadi terganggu.
“Jangan stereotype dengan sebutan mobil motor tua, karena negara maju sudah memikirkan dan mengkategorikan mereka sebagai kendaraan klasik yang justru harus dilindungi dan di lestarikan,” tulisnya di akun Instagram @rifato.