Mobil Listrik Belum Bisa Jadi Solusi Ramah Lingkungan
- Tesla/Handout via REUTERS
VIVA – Era mobil listrik sudah di depan mata. Beberapa negara maju sudah mulai memasarkan kendaraan bebas polusi tersebut secara massal. Salah satunya China.
Sayangnya, perpindahan dari mobil bermesin konvensional ke energi listrik tidak serta merta mengurangi emisi karbon.
Sebab, produksi dan ekspolitasi mobil listrik di China justru menaikkan gas buang dan konsumsi energi. Contohnya dalam hal pembuatan baterai, yang membutuhkan penambangan material Lithium.
Sebuah studi yang baru-baru ini dilakukan para insinyur di China memperkirakan, kendaraan listrik akan menghasilkan 50 persen kenaikan emisi gas rumah kaca dan total konsumsi energi selama siklus hidupnya.
Pembuatan baterai lithium-ion menyumbang 13 persen dari konsumsi energi dan 20 persen dari emisi.
Hal senada juga disampaikan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) dari Kementerian Perindustrian, Harjanto.
Menurut dia, mobil listrik hanya memindahkan emisi dari jalan raya ke pabrik. Sebab, pabrik yang dapat memproduksi baterai itu menghasilkan emisi yang besar juga.
"Kecuali mobil listrik itu sumber tenaganya bukan dari baterai. Misalnya, tenaganya pakai matahari, nuklir atau sejenisnya. Ditambah lagi, listrik itu dibangun pembangkit, jadi kan cuma memindahkan emisi," ujarnya di sela-sela acara Nissan Futures di Singapura, Selasa 6 Februari 2018.
Menurutnya, yang penting saat ini adalah bagaimana cara memproduksi baterai yang efisien dan tidak menghasilkan emisi yang besar. Selain itu, baterai yang sudah terpakai juga harus dipikirkan daur ulangnya. (ren)