Jika Nanti Mobil Nyetir Sendiri, Bagaimana SIM-nya?
- REUTERS/Toru Hanai
VIVA.co.id –  Berbagai proyek teknologi telah banyak dikembangkan di seluruh dunia untuk melahirkan mobil tanpa pengemudi di masa depan. Namun muncul pertanyaan besar, apakah mobil tanpa sopir dapat menjamin keselamatan pejalan kaki, pengguna sepeda, dan mobil dengan sopir manusia? Apakah itu berarti akan ada aturan baru untuk surat izin mengemudi dan aturan-aturan di jalan?
Seperti dikutip BBC, Senin 31 Juli 2017, penjualan kendaraan self-driving diperkirakan akan mencapai hingga 10 juta di seluruh dunia pada 2030. Namun jumlah itu masih sangat kecil dibandingkan miliaran mobil lainnya yang sudah turun di jalanan. Saat ini kendaraan otonom masih terus menjalani berbagai tahap pengujian untuk menangkap respons-respons tak terduga ketika berkendara. Seperti mobil Tesla semi otonom yang telah banyak merenggut nyawa pengemudinya ketika lampu merah menyala.Â
Jadi, tantangannya adalah bagaimana mengakomodasi mobil tanpa sopir ini untuk mendeteksi manusia, trotoar, dan jalur khusus sepeda. Membutuhkan waktu panjang untuk bisa mendapatkan mobil self-driving yang sempurna. Insinyur masih berpikir keras untuk menangani beberapa tantangan tersulit. Â Ada beberapa konsekuensi yang mungkin timbul dari kendaraan tanpa sopir.
Mobil otonom perlu dilengkapi kemampuan untuk mendeteksi isyarat gestur dan intuisi dengan kontak mata yang biasa dialami ketika pengemudi berpapasan dengan pejalan kaki di jalanan. Penalaran semacam ini tentu di luar kemampuan mesin.
Tantangan lainnya ialah cuaca yang dapat mengganggu sensor. Mobil tanpa sopir harus belajar bagaimana melanggar peraturan lalu lintas ketika dalam kendaraan darurat semacam respons alamiah untuk menghindari kecelakaan.
Beberapa pihak terkait juga telah menyusun beberapa aturan dasar untuk pengujian di ruang publik. Namun mobil tanpa pengemudi masih memerlukan waktu ratusan tahun pengujian untuk benar-benar meninggalkan keraguan di masyarakat. Bahkan hingga saat ini belum ada standar keamanan  internasional untuk mobil self-driving, setiap negara mengembangkan sendiri aturannya. Sulit untuk menemukan kesepakatan bersama terkait aturan ini.
Mobil tanpa sopir sudah tentu dapat meningkatkan kemacetan dan polusi. Pemasukan kota dari denda juga akan berkurang karena kendaraan robot sangat mematuhi peraturan jalan. Hal terbesar yang pasti terjadi adalah menghilangkan lapangan pekerjaan bagi orang-orang bermata pencaharian sopir.
Masalah lain yang masih belum menemui kejelasan adalah seputar etika berkendara yang harus diterapkan oleh kendaraan tanpa sopir. Contoh sederhana, apabila akan terjadi kecelakaan yang tak dapat dihindari, apakah mobil tanpa sopir akan mempertaruhkan nyawa empat orang penumpang atau menyelamatkan pejalan kaki yang menyeberang jalan?
Hal ini membuat pemilik mobil self-driving masih memerlukan lisensi mengemudi karena mereka perlu mengambil kendali di situasi-situasi tertentu. Bahkan sabuk pengaman masih sangat diperlukan meski kendaraan otonom berpotensi untuk meminimalisir kemungkinan kecelakaan. Intinya tidak ada teknologi yang sempurna.
Selain itu, pemerintah perlu bergegas membangun jalan baru yang mendukung kemampuan mobil otonom ini, terutama untuk lahan parkir di berbagai pusat perbelanjaan yang masih dirancang hanya untuk mobil dengan pengemudi.
Setidaknya ada sedikit optimisme di balik berbagai kekurangan yang masih perlu dipersiapkan. Orang-orang akan melepas mobil mereka sendiri di jalanan dengan hanya memberi perintah pada mobilnya. Semakin berkurangnya kendaraan di jalan akan memperluas lahan yang tersedia untuk taman maupun  tempat tinggal. Hadirnya mobil tanpa pengemudi akan menyediakan lebih banyak pilihan transportasi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Namun produsen  mobil self-driving tentu belum bisa mengeluarkan mobil tanpa pengemudi sebelum kendaraan ini dapat sepenuhnya melakukan tindakan tak terduga dengan stabil dan kontrol pengereman yang bagus.
Binteri Afsari Putri