Tarif Uber Tak Boleh Mahal di Daerah Ini
- Carscoops
VIVA.co.id – Meski menuai kontroversi, namun keberadaan jasa transportasi berbasis aplikasi terus diminati oleh masyarakat.
Pertentangan datang dari para pengemudi taksi umum, yang mengeluh pendapatannya menurun sejak hadirnya jasa taksi online seperti Uber dan Grab.
Hal ini tidak mengherankan, karena tarif yang dikenakan Uber dan Grab terbilang lebih murah dibanding taksi biasa. Alhasil, banyak pengguna jasa taksi yang beralih.
Namun, Uber sebenarnya menerapkan tarif khusus yang diberlakukan pada jam-jam tertentu. Tarif khusus ini diterapkan pada jam tertentu di pagi dan sore hari, saat warga berangkat dan pulang kerja.
Dilansir dari Rushlane, Jumat 8 April 2016, penerapan tarif khusus yang biasa disebut surge price ini rupanya tidak disambut hangat oleh pemerintah provinsi Karnataka, India.
Surge price dianggap merugikan masyarakat, sehingga diputuskan untuk melarang Uber menerapkan tarif tersebut. Jadi, warga tetap bisa menikmati tarif normal setiap saat.
Karnataka adalah satu dari beberapa wilayah di dunia yang sudah memiliki peraturan daerah (Perda) mengenai jasa transportasi berbasis online.
Dalam Perda tersebut, tarif paling tinggi adalah 19,5 rupee (setara dengan Rp3.844) per kilometer (km) untuk taksi yang dilengkapi dengan pendingin udara dan 14,5 Rupee (Rp2.858) per km untuk taksi tanpa pendingin udara.
Selain itu, pengelola taksi Uber juga tidak diperbolehkan membebankan biaya operasional mobil, saat taksi sedang kosong, pada penumpang. Tapi, penumpang diharuskan membayar pajak pelayanan.
Perda juga memuat soal kewajiban pengelola taksi untuk selalu memeriksa calon pengemudi mereka. Calon pengemudi harus memiliki catatan yang baik di kepolisian. Calon pengemudi harus bersih dari catatan mabuk sambil mengemudi dan penggunaan narkoba, hingga tujuh tahun dari saat ia melamar pekerjaan.
Terakhir, setiap mobil wajib dilengkapi dengan tombol khusus yang terhubung ke kantor polisi. Tombol itu harus ada di dekat jok belakang dan mudah diraih oleh penumpang.