Penyedia Baterai Tesla Masuk Daftar Hitam Pentagon
- Carscoops
Washington DC, VIVA – CATL, produsen dan pemasok baterai kendaraan listrik (EV) terbesar di dunia, akan masuk daftar hitam Pentagon pada Juni 2026 karena diduga memiliki hubungan dengan militer China.
Tencent, perusahaan teknologi terbesar di China, juga ditambahkan ke daftar tersebut. Kedua perusahaan ini dilarang bekerja sama dengan Departemen Pertahanan Amerika Serikat dan perusahaan AS yang memiliki kontrak militer.
Dikutip VIVA Otomotif dari Carscoops, Jumat 10 Januari 2025, daftar yang diperbarui mencakup 134 perusahaan yang memiliki operasi bisnis di Amerika Serikat.
CATL membantah tuduhan tersebut, menyatakan bahwa mereka bukan perusahaan militer China dan berencana untuk menggugat keputusan ini. Langkah pemerintah AS tersebut menyebabkan harga saham CATL turun 2,8%, menghilangkan nilai pasar sebesar US$4,4 miliar atau sekitar Rp67,2 triliun.
Juru bicara CATL mengatakan kepada The New York Times bahwa perusahaan “tidak pernah terlibat dalam bisnis atau aktivitas terkait militer.” Meski masuk daftar ‘1260H Pentagon,’ CATL masih dapat berbisnis dengan entitas selain Departemen Pertahanan AS dan mengklaim dampaknya terhadap bisnis mereka akan minim.
Baterai CATL digunakan dalam berbagai merek EV populer di dunia, termasuk beberapa model Tesla. Selain itu, CATL melisensikan teknologi baterainya kepada Ford untuk membangun pabrik baterai senilai US$3,5 miliar (sekitar Rp53,4 triliun) di Michigan.
Menurut Craig Singleton, peneliti senior di Foundation for the Defense of Democracies, penguasaan CATL atas data stasiun pengisian daya EV dan sistem manajemen baterai dapat digunakan untuk mata-mata oleh pemerintah China. Undang-undang China mewajibkan CATL memberikan akses ke data pelanggan dan data internalnya.
Langkah ini muncul tak lama setelah Kementerian Perdagangan China memasukkan 10 perusahaan AS ke dalam “daftar entitas tidak dapat dipercaya.” Sebelumnya, Xiaomi berhasil menggugat Pentagon dan dikeluarkan dari daftar 1260H pada 2021.
Tencent, pemilik WeChat dengan valuasi lebih dari US$480 miliar (sekitar Rp7.329 triliun), juga masuk daftar hitam. Sahamnya turun 7,3%, menghapus nilai pasar sekitar US$35,4 miliar (sekitar Rp540,3 triliun).