Speedcat Archive, Warisan Balap Formula 1 yang Mengedepankan Keberlanjutan
- Puma
Jakarta, VIVA – Kendaraan kerap dijadikan sebagai langkah awal dalam memulai gerakan ramah lingkungan, terutama dengan berkembangnya mobil listrik dan sepeda sebagai alternatif transportasi ramah lingkungan.
Namun, tren ramah lingkungan kini tidak lagi terbatas pada kendaraan bermotor. Di dunia fashion, brand olahraga global Puma ikut ambil bagian dalam upaya ini dengan merilis koleksi terbaru sepatu Speedcat Archive yang berfokus pada keberlanjutan.
Menariknya, sepatu Speedcat memiliki sejarah yang berawal dari dunia balap. Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1998, sepatu ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan para pembalap motorsport termasuk Formula 1 era 1980-an.
Seiring waktu, Speedcat berkembang menjadi ikon fashion kasual dengan mempertahankan siluet ramping dan desain minimalis yang terinspirasi dari dunia balap.
Dikutip dari keterangan resmi Puma, Rabu 16 Oktober 2024, koleksi terbaru Speedcat Archive tidak hanya mempertahankan warisan balapnya, tetapi juga mengedepankan keberlanjutan.
Material ultra-suede yang digunakan pada sepatu ini bersumber dari Leather Working Group, sebuah organisasi yang mempromosikan praktik pengolahan kulit ramah lingkungan.
Hal ini menunjukkan bahwa tren keberlanjutan kini telah merambah dunia fashion dan gaya hidup sehari-hari, tidak lagi terbatas pada industri transportasi.
Selain aspek ramah lingkungan, sepatu ini tetap menawarkan kenyamanan maksimal melalui teknologi Softform+ dan midsole berbahan ethylene-vinyl acetate (EVA), memberikan bantalan yang ringan dan nyaman untuk pemakaian sehari-hari.
Puma melalui Speedcat Archive berhasil memadukan fashion dengan tanggung jawab lingkungan, membuktikan bahwa produk ramah lingkungan yang rilis resmi di Indonesia pada 12 Oktober kemarin tetap dapat tampil stylish dan fungsional.
Mengenal Puma Speedcat, Simbol Kecepatan ala Formula 1
Awalnya, Speedcat dirancang khusus untuk pembalap F1 pada era 80-an, digunakan oleh nama-nama besar seperti Stefan Bellof dan Gerhard Berger.
