Kendaraan Listrik Didorong Wajib Digunakan di Ibu Kota Baru
- Kementerian PUPR
VIVA – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) meminta pemerintah juga fokus menciptakan infrastruktur transportasi yang ramah bagi pejalan kaki di wilayah ibu kota baru nantinya, termasuk penguatan transportasi umum dan massal. Pejabat negara diminta untuk tidak menggunakan kendaraan dinas saat beraktivitas di ibu kota tersebut.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno, mengatakan, wilayah ibu kota baru yang telah ditetapkan terletak di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan wilayah baru. Untuk itu, perencanaan infrastruktur transportasinya bisa dilakukan dengan baik dan lebih matang.
Kata dia, di ibu kota baru itu dapat dibangun sistem jaringan transportasi yang terintegrasi antara perencanaan tata ruang dan perencanaan transportasi. Karenanya, pembangunan transportasi sudah harus berorientasi pada kebutuhan manusia, tidak lagi berfokus kepentingan mobilitas kendaraan pribadi, seperti yang selama ini berlangsung.
"Artinya, pilihan prioritas harus diberikan bagi pejalan kaki, pesepeda dan angkutan umum. Kendaraan bermotor listrik dapat didorong wajib digunakan di kawasan ibu kota negara yang baru ini," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews, Selasa, 27 Agustus 2019.
Fasilitas untuk kendaraan tidak bermotor, seperti pejalan kaki dan pesepeda, harus lebar yang dilindungi pohon peneduh. Jalur sepeda tidak disatukan dengan jalur kendaraan bermotor, terkecuali diberikan pembatas fisik, tidak hanya berupa lajur sepeda. Demikian pula penyediaan layanan sarana transportasi umum yang humanis sudah harus direncanakan dengan matang.
"Paling tidak untuk tahap awal sudah tersedia jaringan layanan transportasi umum berbasis jalan, dengan bus umum yang paling mudah dan murah untuk diwujudkan. Tidak perlu lajur khusus, seperti busway, cukup bus lane. Berikutnya, secara bertahap dirancang dan dibangun transportasi umum berbasis jalan rel, dengan pilihan trem, kereta gantung, O-Bhan, kereta ringan atau mass rapid transport (MRT)," tuturnya.
Guna mendukung itu, pejabat negara diupayakan minim memakai kendaraan dinas. Pejabat negara dapat menggunakan kendaraan dinas hanya keluar ibu kota negara untuk kegiatan kunjungan ke daerah.
Jika hanya perjalanan masih di dalam kompleks perkantoran lembaga negara, diupayakan memakai transportasi umum yang ada. Sarana transportasi umum benar-benar diciptakan nyaman melayani semua orang tidak terkecuali bagi pejabat negara.
"Terlebih nantinya jarak rumah dinas pejabat negara dengan kantor lembaga negara dibangun tidak berjauhan dan antarkantor lembaga negara berada dalam satu kawasan. Negara bisa menghemat anggaran dari sisi operasional kendaraan dinas," kata Djoko.
Supaya mobilitas lebih efisien, sistem jaringan transportasi diminta untuk terintegrasi antara kawasan inti pusat pemerintahan, seperti istana, kantor lembaga negara baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif, taman budaya, botanical garden, kawasan inti ibu kota negara seperti perumahan ASN/TNI/Polri, diplomatic compound, fasilitas pendidikan dan kesehatan, pusat perbelanjaan.