Diuji Jalan, Ini Hasil Konsumsi BBM B20 Vs Solar Biasa
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Aturan penggunaan bahan bakar nabati B20, mulai diterapkan pemerintah pada 1 September 2018. Artinya, semua kendaraan yang mengusung mesin diesel, wajib menggunakan bahan bakar ramah lingkungan tersebut.
Pada dasarnya, B20 adalah campuran dari bahan bakar minyak jenis Solar dengan minyak nabati hasil ekstrak kelapa sawit. Komposisinya 80 persen solar dan 20 persen minyak sawit.
Dengan pengurangan kandungan solar, maka negara bisa menghemat penyediaan BBM hingga US$2 miliar. Upaya ini juga diharapkan bisa menyehatkan neraca pembayaran, serta menghilangkan defisit neraca perdagangan ekspor-impor barang.
Karena merupakan BBM jenis baru, tidak heran bila banyak pertanyaan seputar pengaruhnya ke konsumsi bahan bakar. Hal ini wajar, mengingat konsumsi BBM menjadi satu dari banyak faktor yang memengaruhi perekonomian negara.
Dilansir dari laman resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rabu 12 Desember 2018, program B20 bukan hal yang baru di Indonesia. Sejak 1 Januari 2016, bahan bakar Solar yang ada di masyarakat sudah menggunakan campuran B20.
Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyampaikan bahwa Program B20 sudah dilakukan pengujian pada beragam variasi kendaraan sejak beberapa tahun lalu dan tidak mengalami masalah yang berarti.
"Pengujian 40 ribu kilometer sudah dilakukan pada 2014. Jadi, program B20 itu tidak semata-mata kebijakan yang mendadak diterapkan, tapi sudah persiapan dua tahun dari sisi pengujian. Mobil yang diuji bukan mobil pemerintah, tapi masyarakat, secara sukarela," ujarnya.
Dadan menjelaskan, meskipun nilai kalorinya sedikit lebih rendah, pemakaian B20 tidak terlalu beda dalam hal konsumsi bahan bakar. "Dari beberapa uji coba, kenaikan konsumsi bahan bakarnya tidak banyak, hanya 1-2 persen saja.”