Ikut Shell Eco Marathon Asia, Ini Kisaran Biayanya
- VIVA/Yunisa Herawati
VIVA – Sebanyak 26 tim mahasiswa Indonesia berkompetisi dalam ajang Shell Eco-marathon Asia 2018 di Singapura. Mereka berlomba membangun mobil hemat energi.
Ada dua kategori yang diperlombakan pada kegiatan ini, yaitu Urban Concept dan Prototype atau purwarupa. Tersedia lima sumber energi sebagai pilihan, bensin, solar, etanol, hidrogen, dan listrik.
Untuk membangun mobil irit energi, ternyata biayanya tidak murah. Sekitar puluhan hingga ratusan juta rupiah rela dirogoh sejumlah tim mahasiswa yang ikut berkompetisi.
Manajer Tim Malem Diwa Urban dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Agung Saputra mengatakan, regunya menghabiskan biaya sekitar Rp150 juta untuk membuat mobil Urban Concept bertenaga listrik.
"Kami harus beli bahan. Sekitar Rp150-200 juta untuk membuat mobil. Ongkos kirim sudah termasuk," kata Agung di Changi Exhibition Centre, Singapura, Sabtu, 10 Maret 2018.
Ini adalah pertama kalinya Universitas Syiah Kuala mengikuti ajang adu gagasan ini. Tujuan mereka, ingin membuktikan bahwa perguruan tingginya berani berlomba dalam skala internasional.
"Banyak yang berpendangan, pendidikan di Aceh itu lemah dan sebagainya. Kami ingin membuktikan, Aceh sudah berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.
Sementara itu, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan menghabiskan kocek sebesar Rp200 juta. Biaya itu sudah termasuk ongkos membawa mobil ke Singapura.
"Total hampir Rp200 juta, Rp150 juta itu biaya non-teknis. Biaya akomodasi cukup besar," tutur dosen pembimbing tim dari Lambung Mangkurat, Ahmad Kusaeri Samlawi.
Ahmad menjelaskan, membangun mobil purwarupa dengan sumber energi bensin di Kalimantan Selatan bukan pekerjaan gampang. Banyak tantangan dihadapi membuat kendaraan bernama Bauntung EVO 4 itu.
"Material di daerah sangat sulit. Kami mendapatkannya dari Jakarta dan Surabaya. Ini jadi tantangan buat kami," katanya.