Ikut Lomba Adu Irit Berskala Asia Tidak Mudah, Ini Buktinya
- VIVA/Yunisa Herawati
VIVA – Sebanyak 26 tim mahasiswa Indonesia ikut berkompetisi dalam ajang Shell Eco-marathon, yang digelar di Changi Exhibition Centre, Singapura. Mereka berlomba menghadirkan mobil hemat energi.
Dar penelusuran VIVA di lokasi, membangun mobil untuk dilombakan ini membutuhkan waktu sekitar satu tahun. Sebab, banyak persiapan yang harus dilakukan untuk berkompetisi dengan tim mahasiswa 18 negara di Asia.
Seperti pengakuan Ketua Tim Malem Diwa Urban dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Agung Saputra. Menurutnya, membangun mobil konsep urban bertenaga listrik membutuhkan waktu cukup matang.
"Kurang lebih satu tahun waktu yang dibutuhkan, untuk membuat mobil yang akan dilombakan di Shell Eco-marathon ini," kata Agung saat ditemui di lokasi, Jumat 9 Maret 2018.
Tahap pertama persiapan yang dilakukan tim adalah mengetahui aturan yang ditetapkan dalam kompetisi adu mobil hemat energi tersebut. Setelah, itu mencari acuan desain yang akan ditentukan.
"Kami desain, dan harus dipastikan ini sesuai dengan regulasi. Bentuk dan struktur yang kuat. Bukan hanya besar, mobil juga harus ringan," ujarnya.
Setelah itu, membuat bodi berikut dengan sasisnya. Tak hanya itu, tim yang baru pertama kali ikut dalam ajang tersebut juga mencari komponen lain yang dibutuhkan, seperti mesin, ban, baterai, wiper, dan pintu.
"Di tim kami sendiri ada 10 orang, mahasiswa ada sembilan ditambah dosen pembimbing satu," kata dia.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Prodi Teknik Mesin dan Rancang Bangun Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin Kalimantan Selatan, Ahmad Kusairi Samlawi.
Ia mengatakan, butuh waktu satu tahun membangun mobil yang akan beradu dalam kategori purwarupa, dan sumber energi yang digunakan adalah bensin.
"Material sangat sulit, kami datangkan dari Jakarta, Surabaya dan Bandung. Di Kalimantan Selatan sendiri, ini adalah hal yang baru," tuturnya.