Misteri di Balik Jembatan Stevanus Depok yang Bersejarah
VIVA – Walaupun terkena sinar matahari yang terik dan hujan yang dingin, Jembatan Stevanus Leander, atau yang sering dikenal dengan Jembatan Panus tetap kokoh berdiri, dan tetap menjadi salah satu akses yang sangat berfungsi untuk masyarakat sekitar.
Jembatan bersejarah ini didirikan, atau dibangun oleh Ir. Andre Laurens yang tertulis pada salah satu sisi dari jembatan sepanjang 100 meter tersebut.
Jembatan ini dibangun pada 1917. Nama jembatan ini pun bukan dari nama si pembuat jembatan, namun diangkat dari nama orang Belanda yang lama tinggal di dekat jembatan tersebut, yang bernama Stevanus Leander. Tetapi, karena warga sekitar merupakan mayoritas orang Sunda, maka warga sering memanggilnya Panus.
Seiring berjalannya waktu, tidak ada perubahan yang begitu berarti atas jembatan itu. Memang ada pembangunan jembatan baru, tidak jauh dari Jembatan Panus yang dibangun pada tahun 1990-an. Salah satu hal yang membuat jembatan ini tetap bertahan hingga masa kini adalah bahan dasar pembuatannya. Yakni dari pasir, semen, kapur, serta batu kali dengan arsitektur dan pekerja asal Indonesia.
Pada zamannya, Jembatan Panus adalah satu-satunya akses dari Batavia atau yang sekarang dikenal sebagai ibu kota Jakarta ke Bogor. Namun sekarang sudah tergantikan dengan adanya jembatan di seberangnya yang lebih besar dan lebih mudah diakses karena memiliki kontur jalan yang lebih bagus.
Walaupun begitu, masih banyak orang yang mengakses jembatan tersebut untuk melewati jalan pintas. Atau biasanya warga sekitar yang hanya menggunakan motor untuk jarak dekat. “Saya lewat sini soalnya kalau lewat jembatan di depannya, saya takut ada razia. Kalau dekat begini, saya mending enggak pakai helm soalnya,” ujar seorang pengendara motor.
Selain itu, dulu pada masa kejayaannya, Jembatan Panus juga sangat sering difungsikan sebagai tempat memancing para warga sekitar. Banyak juga ibu rumah tangga yang mencuci pakaian di bawah jembatan karena memiliki satu mata air.
Untuk fungsinya, hingga sekarang Jembatan Panus digunakan untuk mengindikasikan banjir kiriman dari Bogor. Karena Jembatan Panus didirikan di atas Sungai Ciliwung yang berasal dari Bogor hingga terhubung ke Jakarta.
Sayangnya, hingga kini, Jembatan Panus diidentikkan atau terkenal dengan kata mistis atau sarangnya para makhluk halus. Dengan kata lain, banyak orang maupun warga sekitar mengiyakan bahwa jembatan yang berdiri di atas Sungai Ciliwung ini sebagai jembatan angker.
“Dulu, ayah saya cerita kalau lewat sini di atas jam sembilan malam jangan bawa keluarga. Soalnya, nanti ada sosok Stevanus barsama istrinya sambil membawa anjing kesayangannya yang warna putih itu,” ungkap Yoyok, warga sekitar yang sudah lama tinggal di sini.
Tak dipungkiri lagi, banyak orang yang sudah lama di Depok tahu akan keberadaan dan kemistisan jembatan ini. Mungkin jembatan ini dianggap angker, atau mistis karena umur jembatan ini sudah lebih dari 100 tahun. Hebat dan anehnya, hingga sekarang masih bisa berdiri kokoh tanpa ada renovasi pada konstruksi sekalipun.
Walaupun dianggap mistis, warga tetap menghargai jembatan tersebut sebagai peninggalan bersejarah di Depok dengan mengecat ulang jembatan tersebut. Terlepas dari penampakan si Stevanus dan istrinya, jembatan ini memang pernah dijadikan tempat pembuangan mayat dan pesugihan juga.
Jembatan ini pernah menjadi tempat pembuangan mayat korban pembunuhan. Menurut warga setempat, dari jembatan ini, ada dua lelaki tak dikenal melempar karung ke Sungai Ciliwung. Lalu, penduduk setempat curiga kalau karung itu berisi mayat. Kecurigaan itu semakin tebal setelah polisi memastikan cairan merah yang tercecer di jembatan adalah darah manusia. Darah itu menetes dari dalam karung yang dibuang dua lelaki tadi.
Tak hanya itu, Jembatan Panus kadang juga dipakai sebagai tempat pesugihan atau sajen untuk tumbal. Sesekali ada beberapa orang yang membawa sajen seperti kelapa dan baju untuk dibuang ke sungai Jembatan Panus. Warga menganggap mereka-mereka yang datang ke jembatan ini untuk memberikan pesugihan kepada makhluk halus.
Selain itu, menurut cucu Stevanus sendiri yang menjadi saksi sejarah mengungkapkan, pada era 1980-an, beredar cerita di kalangan masyarakat mengenai pendekar gaib berbaju hitam. Saat banjir atau air Ciliwung naik, ada beberapa warga yang kerap melihat penampakan empat pendekar berbaju hitam muncul di sekitar sungai. Namun, saat dilihat ulang, pendekar itu sudah hilang.
Ada lagi cerita soal penumpang gaib saat pemotor melaju melewati Jembatan Panus. Karena itulah, masyarakat percaya jika melewati Jembatan Panus harus membunyikan klakson dulu untuk permisi pada roh halus. Seringkali pengendara motor yang seorang diri saat malam, mendapati motornya menjadi berat, seperti ada yang membonceng.
Bahkan, ternyata ikut sampai rumah. Penumpangnya ialah wanita dan sampai rumah tiba-tiba sudah menghilang. Belum lagi cerita sopir angkot yang sering dicegat oleh penumpang wanita saat kondisi angkot sedang sepi. Saat angkot jalan, tak ada satu pun penumpang di dalamnya.
Di luar dari banyaknya misteri dan kisah-kisah horror dari jembatan ini, Jembatan Panus tetaplah menjadi salah satu ikon bersejarah dari kota Depok. Dan, bisa dicontoh, karena jembatan ini sangat awet dan tetap menjadi fungsinya dari 1917 hingga sekarang.
“Saya tinggal di sini dari 1960, dan rumah ini peninggalan orang tua saya. Kalau dulu banyak rumput di jembatan itu. Kalau sekarang sudah bagus. Soalnya banyak warga yang sadar kalau jembatan masih layak dan bagus untuk dipakai sehari-hari. Saya sih senang kalau jembatan ini terawat dan makin bagus dari tahun ke tahun,” ucap bapak paruh baya bernama Zaenal, yang sedang menyapu dedaunan di atas Jembatan Panus.
Memang kenyataannya Jembatan Panus, merupakan salah satu ikon bersejarah yang dulunya terbengkalai. Sempat menjadi tempat warga sekitar membuang sampah di sisi jembatan, dan banyak rumput liar yang tumbuh di samping jembatan. Tak hanya bagian atas jembatan, di bawah jembatan pun sama terbengkalainya. Atau bisa dikategorikan lebih parah karena banyaknya sampah bambu dan sampah-sampah yang tersangkut di fondasi jembatan sepanjang 100 meter ini.
Banyaknya bambu yang tersangkut memang diwajarkan warga sekitar. Karena di sekitar Jembatan Panus ini banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon bambu yang sangat rimbun. Namun lima tahun belakangan, jembatan ini mulai diperhatikan dan diurus oleh warga sekitar dan Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) yang bertempat tak jauh dari jembatan ini.
Sampai akhirnya, Jembatan Panus bisa menjadi ikon yang cukup terkenal di kota Depok. Seperti Pondok Cina dan Rumah Belanda yang berada di daerah Margonda Depok. (Tulisan ini dikirim oleh Legaria Marpaung dan Muhammad Fadillah Batubara, mahasiswa Universitas Nasional, Jakarta)