Sejarah Monumen Pesawat Pembom ILLYUSIN Buatan Uni Soviet yang Pernah Perkuat TNI AL

VIVA Militer: Pesawat ILLYUSIN buatan Uni Soviet yang pernah perkuat TNI AL
Sumber :
  • Dispen Puspenerbal

Surabaya, VIVA - Bila melewati Flyover Aloha Sidoarjo arah ke Bandara Internasional Juanda, semua mata pasti akan tertuju pada Monumen ILLYUSIN II-28T yang masih tampak berdiri megah dan kokoh. Pesawat buatan Uni Soviet ini tampil asli dengan warna silver di seluruh bagian pesawatnya dengan tulisan ALRl di bagian samping depan sayap pesawat.

Mayday, Kapal Evakuasi Pasukan Rusia di Suriah Tenggelam

Inilah salah satu pesawat udara pembom torpedo ILLYUSIN II-28T yang pernah dimiliki Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRl) yang kini dikenal dengan sebutan TNl AL pada era tahun 1964 sampai dengan tahun 1970-an.

Dispenerbal (Dinas Penerbangan Angkatan Laut) sebagai sayap ALRI waktu itu, mendapat jatah pesawat pembom taktis “Beagle” yang memiliki kemampuan terbang dan diperuntukkan untuk melindungi pantai (coastal defense).

Jelang Malam Natal 2024, Pemerintah Pastikan Situasi Aman dan Kondusif

Sebagai catatan, “Beagle” merupakan tipe pesawat kedua buatan Blok Timur yang dioperasikan ALRI. Sebelumnya telah berdatangan helikopter Mil Mi-4 “Hound” untuk tugas angkut dan anti kapal selam.

“Beagle” yang terbang pertama kali pada tahun 1948 masih mengadopsi teknologi era Perang Dunia II. Pembom yang memiliki jangkauan terbang sampai 2.260 Km ini tidak lebih seperti desain pembom medium yang diganti mesinnya dengan mesin jet Klimov VK-1 yang masih merupakan turunan mesin jet sentrifugal generasi awal buatan Inggris, Rolls Royce Nene.

Kocar-kacir, Tentara Korut Berlarian Saat Hadapi Drone Tempur Ukraina

Karena tugas pokoknya untuk melindungi pulau-pulau utama Indonesia dari serbuan armada kapal musuh, ALRI memilih versi pembom torpedo (Il-28T) sebanyak 11 unit dan ditambah dua unit versi latih (Il-28U).

“Beagle” menjadi kekuatan Skuadron 500 yang baru dibentuk pada tanggal 24 Januari 1964 dengan pangkalan utama di Pangkalan Udara Angkatan Laut/Bandara Juanda, Surabaya.

Untuk mengawaki dan mengoperasikan pesawat “Beagle” ini, TNI AL atau ALRI pada periode 1963-1964 telah mengirim 13 calon pilot, 13 calon navigator, dan 13 calon operator radio. Selain itu, ALRI juga mengirim teknisi mesin, teknisi rangka pesawat, persenjataan, dan elektronik, total mencapai 200 orang dan dikirim dalam tiga gelombang ke Uni Soviet.

Untuk diketahui, pesawat pengebom "Beagle" ILLYUSIN II-28T ini diawaki tiga orang yang terdiri dari pilot, navigator/bombardier, dan operator radio/penembak ekor (tail gunner).

Semasa latihan, calon pilot ditempatkan di pangkalan AL Uni Soviet di Tokmak, Kirghizstan, dekat dengan perbatasan RRC (Republik Rakyat Cina), sedangkan navigator dan operator radio ditempatkan di Krasnodar lalu ke Primosko-Achtarsk, pantai timur Laut Azov, keduanya merupakan pangkalan AL Uni Soviet. 

Awal tahun 1965, “Beagle” pesanan ALRI tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya dari Pelabuhan Sevastopol, Laut Hitam. Sebelumnya kru pesawat dari pelatihan gelombang pertama sudah tiba di Indonesia sejak bulan November 1964. Sayangnya satu unit pesawat mengalami kerusakan parah dan tidak bisa dipakai sehingga hanya menyisakan 12 unit.

Pesawat "Beagle" ini diperkuat dengan empat kanon NR-23 kaliber 23 mm, (2 terletak di hidung dan 2 di turet ekor dioperasikan oleh tail gunner). Selain itu, senjata utama “Beagle” milik ALRI ini adalah sepasang torpedo konvensional berukuran kecil atau satu torpedo berukuran besar yang dimuat di dalam ruang bom.

Sayangnya pesawat ini tidak pernah diterjunkan dalam operasi militer dan pasca G30S, Dispenerbal mulai terasa kesulitan dalam menerbangkan “Beagle”, pasokan suku cadang dari Uni Soviet tersendat- sendat sampai akhirnya terhenti sama sekali.

“Beagle” milik ALRI terakhir terbang pada tahun 1970, dengan kehilangan lima unit selama pengoperasiannya, satu unit mendarat darurat di Pantai Banyuwangi, satu unit hilang saat latihan navigasi di Pulau Maselembo, dan tiga unit lainnya kecelakaan saat mendarat, dua di Bandara Kemayoran, satu di Lapangan Terbang Hasanudin, Ujung Pandang (Makassar) dan satu pesawat dijadikan monumen di Monumen di Taman Ir. H. Juanda, Bundaran Aloha.

Semoga kehadiran monumen ini dapat membangkitkan semangat pengabdian dan perjuangan kita demi masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya