Kesatria TNI Sang Penjaga Wasiat Haji Jaji Demi Akhlak dan Budi Pekerti
- Tim TMMD 120 Kodim Purwakarta
VIVA – Sejak pagi itu, Abah terlihat bolak balik menatap tajam ke arah sebidang lahan kosong yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri. Sesekali Abah mengalihkan pandangannya ke mesin-mesin penggiling padi yang menderu memecah keheningan Kampung Inpres, Desa Gurudug.
Kulit keningnya mengerut kencang seolah memberi pertanda bahwa Abah sedang memikirkan sesuatu rencana berat yang sulit dicarikan solusinya.
Hari beranjak siang dan mentari juga mulai meninggi, Abah pun mematikan mesin penggilingan padi lalu melangkah pergi ke kediamannya yang berada tepat di sisi kiri healer. Di dalam rumah, Emak Yaya, sang istri tercinta sudah duduk menanti kepulangan Abah.
"Kumaha Abah, rame anu ngagiling pare teh?," kata Emak membuka obrolan ke Abah yang masih tampak dilanda bingung.
"Alhamdulillah, aya wae," kata Abah.
Namun, hari itu Emak merasakan ada yang berbeda dari Abah, lalu ia pun memberanikan diri bertanya tentang apa yang sedang Abah rasakan dan pikirkan. "Aya naon Abah, geuning siga nu keur pusing," ujar Emak bertanya.
Abah lalu menarik napas dalam menghembuskannya perlahan, sembari membuka cerita tentang gundah yang mencengkram benaknya.
"Abah teh hoyong gaduh pawaris jeung anak cucu urang, supaya baroga bekal elmu agama, supaya hade akhlak budi pakerti na. Abah kapikiran dina taneuh sabeulah panggilingan dijieun musola. Hanyakal Abah teu gaduh duit jeung biaya bangun na, kumaha atuh," kata Abah.
Emak pun terdiam sejenak, sembari menyodorkan gelas berisi air putih, emak kemudian berusaha memberikan jalan keluar dari apa yang sedang dipikirkan Abah.
"Eta duit jeung ka haji sok dipake jeung ngabangun musala, keun Emak mah mun aya rejeki na wae ka Mekah," ujar Emak.
Memang selama ini Abah dan Emak memiliki uang tabungan yang sedianya akan dipakai untuk membiayai ongkos menunaikan ibadah haji. Uangnya enggak banyak, cuma Rp40 juta, tabungan itu didapat dari hasil usaha penggilingan padi ditambah dari penjualan sebidang sawah.
Rencananya dengan tabungan itu Abah akan naik haji bersama Emak. Hanya saja ketika itu di tahun 2009, ongkos naik haji yang ditetapkan pemerintah Rp25 juta per-jemaah calon haji. Sementara untuk bisa langsung berangkat berdua, mereka masih kekurangan Rp10 juta. Belum lagi untuk bekal.
"Emak ikhlas Abah, sok dipake heula jeung bangun musala. Sanajan Emak teu tiasa ka haji, lamun jeung musala pan sarua wae jeung mangkat ka Mekah," kata Emak.
Mendengar ucapan Emak yang begitu tulus Abah pun mulai tenang. Akhirnya dengan berbekal tabungan itu Abah mendirikan musala yang diberinya nama Al-Maarij.
Sesuai harapan Abah, musala seluas empat kali lima meter akhirnya berdiri. Pemanfaatan musala dipercayakan Abah ke Ustaz Umar, setiap harinya masyarakat tak perlu jauh-jauh lagi ke kampung sebelah untuk beribadah.
"Salain keur ibadah salat, unggal peuting dipakai jeung ngaraji barudak. Jeung sasakali dipake nyolatkeun janazah,"kata Ustaz Umar.
Seiring berjalannya waktu di usia memasuki 14 tahun, kondisi musala sederhana yang didirikan Abah mulai mengalami perubahan fisik. Beberapa bagian musala rusak termakan usia. Genteng banyak yang melorot dan pecah. Plafon pun pecah bahkan jatuh karena kayunya yang keropos dilahap rayap. Aktivitas ibadah mulai terganggu karena kondisi bangunan mengancam keselamatan.
Tapi apa daya, Abah tak kuasa lagi untuk memperbaiki musala, tabungan sudah tak lagi tersisa. Akhirnya Abah pun hanya bisa berharap dan berdoa, semoga di kemudian hari perekonomiannya membaik dan bisa memiliki uang untuk merenovasi musala.
Waktu terus berlalu, usia Abah kian menua, kondisi kesehatannya pun menurun hingga akhirnya Abah divonis menderita penyakit komplikasi. Penyakit yang diderita Abah membuatnya hanya terbaring di ranjang. Hanya saja, meski dalam kondisi itu, Abah masih keukeuh menunaikan salat di musala. Sampai akhirnya 14 Oktober 2023, ajal menjemput, Abah meninggal dunia di usia ke 76 tahun.
"Wasiat Abah, genteng ulah maruraggan, arisian musala ulah nepi ka kosong, ulah nepi ka ambruk Abah teu aya duit deui," kata Emak menceritakan pesan terakhir Abah kepada VIVA Militer.
Setelah kepergian Abah, kondisi musala tak berubah, anak dan cucu tak kuasa berbuat banyak untuk mewujudkan harapan Abah memperbaiki musala.
Maklum saja, penghasilan anak-anak dan cucu-cucu Abah hanya pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga saja masih kurang. Penggilingan padi yang pengelolaannya dikuasakan Abah ke anaknya, Mang Osep juga tak lagi bisa diharapkan untuk membiayai perbaikan musala. Akhirnya semua cuma bisa pasrah.
TNI Bergerak Manunggaling Rakyat
Ternyata doa dan harapan Abah sebelum menghadap yang kuasa dikabulkan Allah SWT. Mei 2024, tiba-tiba saja Tentara Nasional Indonesia memutuskan melaksanakan program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-120 di wilayah Komando Distrik Militer (Kodim) 0619/Purwakarta.
"Kita akan melaksanakan TMMD salah satunya di wilayah Kodim Purwakarta, selain sasaran fisik tujuan utamanya ialah bagaimana TNI bisa menyatu dengan rakyat," kata  Panglima Kodam III/ Siliwangi, Mayor Jenderal TNI Mohammad Fadjar selaku Pengendali Kegiatan Operasi (PKO) TMMD ke-120.
Rabu 8 Juni 2024, suasana di Kampung Inpres, Desa Gurudug, Kecamatan Pondok Salam, Kabupaten Purwakarta berbeda dari hari-hari sebelumnya. Puluhan umbul-umbul dengan beraneka ragam warna menghiasi ruas jalan di desa terpelosok itu.
Ratusan prajurit TNI gabungan dari TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara serta anggota kepolisian dari Polres Purawakarta hilir mudik mempersiapkan diri. Ratusan masyarakat berkumpul di lapangan sepakbola untuk menanti detik-detik dibukanya Program TMMD ke-120 dengan tema Darma Bakti TMMD.
"Sesuai dengan tema tersebut maka TMMD ini dapat mengakselerasi pembangunan infrastruktur yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat," kata Pj Bupati Purwakarta, Benni Irwan saat membuka secara resmi TMMD 120 bersama Komandan Satuan Tugas TMMD Kodim 0619/Purwakarta, Letnan Kolonel Inf Ardiansyah alias Raja Aibon Kogila.
Dalam TMMD kali ini, telah diputuskan untuk melaksanakan betonisasi jalan sepanjang 694 meter yang nanti menjadi jalan utama penghubung antara Desa Gurudug, Kecamatan Pondok Salam dengan Desa Ranca Darah, Kecamatan Wanayasa.
Jalur ini sebenarnya pada tahun 1982 merupakan jalan yang dibangun TNI dalam program ABRI Masuk Desa (AMD). Hanya saja karena termakan usia akhirnya hancur.
Nah selain membangun jalan, musala yang dibangun Abah masuk dalam sasaran tambahan TMMD 120. Singkat cerita, setelah TMMD resmi dibuka, prajurit TNI dan masyarakat langsung bergerak bersama-sama ke musala. Bagian atap musala yang menjadi masalah utama dibongkar habis termasuk juga seluruh plafonnya. Dengan semangat membara secara bertahap perbaikan bangunan musala dilaksanakan.
Masyarakat Gurudug sangat beruntung, sebab Dansatgas TMMD 120 Kodim Purwakarta, Letkol Inf Ardiansyah rupanya enggak mau kalau bangunan musala diperbaiki seadanya saja. Sedianya musala cuma diperbaiki bagian plafon saja. Tapi alumni Akademi Militer 2004 itu memerintahkan untuk memperbaiki secara total alias menyeluruh bagian musala yang rusak.
"Musala ini kan fungsinya sangat penting bagi masyarakat, selain untuk salat, juga dipakai ngaji dan menyolatkan jenazah, Jangan kita itu memperbaikinya cuma sekadar saja, tapi harus diperbaiki agar bisa dipakai dan berguna sampai anak cucu nanti. Kalau membantu jangan tanggung-tanggung. Jadikan ini sedekah ladang pahala kita," kata Letkol Inf Ardiansyah.
 Setiap hari dari pagi hingga sore hari prajurit TNI dan masyarakat saling bahu membahu mengerjakan pembangunan musala. Enggak cuma kaum pria, emak-emak juga turun tangan dengan menyediakan konsumsi berupa minuman dan makanan.
Tepat di hari ke 20 pelaksanaan TMMD 120, akhirnya Musala Al-Maarij rampung direnovasi. Kondisinya pun kini jauh berbeda dari sebelumnya. Atap yang tadinya pakai genteng, kini diganti dengan atap spandek kualitas tingi yang dicat hijau.
Plafon triplek diganti dengan GRC, tempat wudhu yang tadinya cuma terdiri dari bak besar berisi jentik dan kodok, telah diubah dengan bak dengan kran. Bahkan dilengkapi dengan WC.
"Perubahan yang kita kerjakan salah satunya penambahan pintu utama, tadinya cuma satu pintu di samping, sekarang ditambah satu pintu utama agar memudahkan keluar masuk jenazah yang akan disalatkan," kata Bintara Pembina Desa Gurudug, Sersan Hendra.
Penambahan pintu utama ini sangat penting fungsi, sebab sebelumnya untuk memasukan jenazah ke dalam musala harus dilakukan melalui jendela. Bahkan dulu jenazah pendiri musala, Pak Haji Jaji juga harus masuk musala lewat jenderal karena pintu sebelumnya terhalang tembok samping.
Prajurit TNI juga membuat akses jalan baru ke musala, tujuh anak tangga yang mengambil istilah tujuh tangga menuju langit dibangun dari bawah hingga ke depan pintu utama.
Bagian luar musala juga diubah total, tadinya tanah sekeliling musala cuma ditanami cabai, tomat dan kunyit, sekarang menjadi taman indah dengan beraneka ragam bunga. Dan tepat pada 28 Mei 2024, salat maghrib pertama dilangsungkan, aktivitas mengaji pun kembali ke musala.
"Alhamdulillah, tadinya saya takut kalau musala ini dibongkar akan dibiarkan begitu saja. Tapi berkat Pak Dandim yang mau menanggung biayanya, sekarang musala ini istimewa, saya tidak akan melupakan TMMD ini," kata Mang Osep.
Sejarah TMMD Kodim Purwakarta.
Kodim Purwakarta mulai berdiri sejak tahun 1975, didirikan menyesuaikan perkembangan pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Purwakarta pada 1968.
Sebelumnya sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, di Purwakarta belum ada satuan teritorial setingkat Kodim yang berdiri. Kodim untuk wilayah Purwakarta ketika itu adalah Kodim 0605/Subang dan di Purwakarta hanya ada perwakilan saja.
Sejak didirikan hingga saat ini, Kodim Purwakarta telah melaksanakan program TMMD sebanyak tujuh kali, dimulai dari TMMD ke-90 tahun 2012, lalu TMMD ke-92 tahun 2014, TMMD ke-97 tahun 2016, dan yang terbaru TMMD ke-120 tahun 2024.
Pada TMMD ke-120, wilayah Desa Gurudug menjadi sasaran terlaksananya program teritorial ini karena pembangunan sarana prasarana umumnya masih tertinggal dari desa-desa lain.
Kalau dilihat dari letaknya, memang desa cukup jauh dari ibu kota kabupaten. Butuh waktu sampai 30 menit mungkin lebih bagi masyarakat untuk menjangkau wilayah desa ini. Belum lagi rute menuju desa gurudug memiliki medan yang berat, didominasi tanjakan dan turunan tajam membelah hutan jati milik Perhutani.
Luas wilayah Desa Gurudug 165 hektare, dengan populasi penduduk mencapai lebih dari 3500 jiwa. Pendapatan utama masyarakat di desa ini adalah bertani.
Sarana jalan menjadi salah satu kendala yang selama ini menjadi terganggunya aktivitas perekonomian masyarakat. Sebab banyak lahan pertanian masyarakat yang berada di area antara Desa Gurudug dan Desa Ranca Darah.