Pesta Darah OPM di Hari Suci, Rayakan Pembunuhan Pasukan Letkol Petir TNI
VIVA – Perayaan Hari Kelahiran Yesus 2023 menjadi salah satu Natal paling kelabu dalam sejarah masyarakat Papua. Bagaimana tidak, di hari suci umat Kristen itu, darah kesatria bangsa tumpah di Bumi Cenderawasih akibat kekejaman Kelompok Separatis Teroris (KST) OPM Papua.
Siang itu suasana bahagia menyelimuti Kampung Bousha, Distrik Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat Daya. Selepas melaksanakan ibadah dalam Perayaan Kelahiran Yesus atau Hari Natal di Gereja Kisor, masyarakat kembali ke kediaman masing-masing tanpa ada gangguan keamanan apapun.
Bersama masyarakat ada sejumlah prajurit TNI yang juga melaksanakan ibadah Natal sekaligus mengamankan perayaan hari suci umat Kristen itu di gereja tersebut.
Para prajurit TNI itu merupakan para kesatria Batalyon Infanteri 133/Yudha Sakti yang sedang melaksanakan operasi dalam Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan RI-PNG.
Awalnya tak ada hal yang mencurigakan ketika para prajurit TNI Angkatan Darat itu tiba di Pos Bousha. Suasana kampung yang berada di pelosok Papua Barat itu normal-normal saja sama seperti hari-hari biasanya. Meski begitu, sejumlah prajurit bersenjata laras panjang bersiaga penuh di pos penjagaan.
Namun beberapa jam kemudian, sekira pukul 14:00 WIT tiba-tiba situasi Natal di kampung itu mendadak berubah drastis. Suara letusan senjata api menyalak beruntun di sekitar Pos Bousha.
Dua prajurit Satgas Yonif 133/Yudha Sakti tumbang bersimbah darah. Satu prajurit yaitu Kopral Dua (Kopda) Hendrianto meninggal seketika setelah sebutir peluru mengenai kepalanya. Satu prajurit lainnya yakni Pratu Frangky Gulo tergeletak berdarah setelah timah panas merobek perutnya.
Suara letusan senjata api itu ternyata berasal dari puluhan orang yang sengaja melakukan penyerangan ke Pos Bousha. Mereka merupakan teroris-teroris bersenjata anak buahnya Brigjen Deny Moss, pentolan TPNPB-OPM Kodap IV Sorong Raya.
Gerombolan hutan itu menghujani pos dengan sekitar 10 tembakan senjata laras panjang dengan jarak 100 meter dari ketinggian. Usai menembaki pos, mereka berlarian menjauh dari berteriak-teriak merayakan kekejaman mereka sendiri di hari nan suci itu.
Di pos, prajurit TNI tak mau tinggal diam. Senjata organik pun menyalak dan memuntahkan munisi ke arah pelaku penyerangan. Tak berapa lama, situasi kembali hening seiring dengan kaburnya penyerang ke dalam hutan.
Di pos, proses penyelamatan terhadap kedua prajurit yang tertembak langsung dilaksanakan. Kedua korban dievakuasi ke Rumah Sakit Pratama Kumurkek. Nyawa Pratu Frangky Gulo bisa diselamatkan walaupun ia mengalami luka serius dan harus dievakuasi lagi ke Rumah Sakit Teminabuan. Sedangkan Kopda Hendrianto gugur dalam tugas.
Dalam kondisi keterbatasan sinyal alat komunikasi, kabar penyerangan di Hari Natal ke Pos Satgas Yonif 133/YS itu pun langsung sampai ke satuan atas TNI. Semua terkejut dengan peristiwa berdarah itu.
Tak ada yang menyangka kelompok teroris itu akan menyerang di hari paling sakral bagi Umat Kristen dan orang Papua. Apalagi salah satu korban, Pratu Frangky Gulo juga sedang merayakan Natal sesuai dengan ajaran agama Kristen yang dianutnya.
"Sangat disayangkan peristiwa ini terjadi apalagi ini bertepatan dengan perayaan Natal, ini menciderai khidmatnya Natal," kata Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen TNI Nugraha Gumilar dilansir VIVA Militer dalam siaran resmi.
Selama ini hampir tak pernah ada pertumpahan darah terjadi di Hari Natal di Papua. Sebab, walau terkenal biadab dan kejam, OPM tak pernah berani berperang di hari-hari ibadah keagamaan, apalagi Hari Natal.
Yang patut diketahui dalam tragedi hari suci berdarah di Papua Barat ini ialah, bahwa Kodam Bukit Barisan mengerahkan prajurit-prajurit Yonif 133/Yudha Sakti dengan pimpinan Letnan Kolonel Inf Andhika Ganessakti alias Letkol Petir jauh-jauh dari Sumatera ke Papua bukan untuk membantai habis OPM.
Tapi membantu masyarakat yang hidupnya sangat memprihatinkan melalui berbagai program teritorial kemanusiaan yang digelar di wilayah tersebut. Dan terbukti selama bertugas di sana, para kesatria Yonif 133/YS banyak membantu masyarakat untuk hidup lebih baik dan terbebas dari teror-teror yang dilancarkan OPM.
Namun anehnya, OPM merayakan pembunuhan sadis di hari suci itu dengan suka cita. Bagai sebuah pesta di berbagai jaringan media sosialnya OPM menyebut kematian prajurit TNI di Pos Bousha sebagai kado Natal untuk militer Indonesia.
Baca: Dilepas Mayor Danang, 48 Prajurit Tinggalkan Pasukan Tempur Gong Emas TNI