Berlayar 2 Kali Purnama, KRI Spica-934 TNI AL Survei Potensi Bawah Laut Timor Perbatasan Australia
- ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Jakarta – TNI Angkatan Laut dari satuan jajaran Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) telah mengirim salah satu kapal survei bawah laut tercanggih milik TNI AL, yaitu KRI Spica-934 ke daerah perairan Laut Timor yang berbatasan langsung dengan Australia.
Komandan Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut (Danpushidrosal) Laksamana Madya (Laksdya) Nurhidayat mengatakan, pihaknya telah memberangkatkan KRI Spica-934 telah berangkat menuju perairan Laut Timor pada hari Jum'at, 29 September 2023 kemarin.
Danpushidrosal menambahkan, keberangkatan KRI Spica-934 yang diperkuat oleh 63 prajurit handal TNI AL ke wilayah perbatasan Australia itu dilakukan dalam rangka menggelar Latihan Bersama (Latma) Survei Hidro-Oseanografi terkoordinasi antara TNI AL dengan Angkatan Laut Australia (Royal Australian Navy/RAN) untuk mengumpulkan data dasar laut di daerah perbatasan dua negara di Laut Timor selama 2 bulan sejak 29 September 2023.
“Ini pertama kali (digelar pada) tahun ini, akan dilaksanakan 2 bulan, coverage area (daerah cakupan) cukup luas. Tahun berikutnya kami akan laksanakan 2 bulan lagi mudah-mudahan anggarannya cukup bisa dua kali (survei) sehingga seluruh perbatasan kita dengan Australia bisa kita laksanakan (survei) bersama,” kata Danpushidrosal Laksdya TNI Nurhidayat saat ditemui di sela-sela kegiatan Sarasehan TNI Angkatan Laut di Balai Samudera, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin, 2 Oktober 2023.
Dia menambahkan, kapal survei dari masing-masing negara, salah satunya KRI Spica-934 dari Pushidrosal, akan berlayar di sepanjang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Sementara, kapal survei dari Angkatan Laut Australia dan Badan Hidrografi Australia (AHO) juga berlayar di sepanjang ZEE negaranya di perbatasan Laut Timor.
"Nanti ada 2 prajurit dari Angkatan Laut Australia yang nantinya on board (ikut) di KRI Spica-934. Orang kita (prajurit TNI AL) juga ada yang ke (kapal) mereka. Jadi saling joint (bergabung) supaya apa, bisa kerja sama, kemudian tidak ada data yang dialihkan (secara sepihak), kemudian pelaksanaan survei juga standar,” ujar Danpushidrosal.
Lebih jauh lagi, jenderal bintang tiga TNI AL itu menuturkan, bahwa kerjasama survey dua negara sahabat ini dilakukan untuk melakukan pemetaan bawah laut di masing-masing ZEE dua negara yang di antaranya mencakup peta batimetri (dasar laut), lorong laut, pola arus, dan pola pasang surut.
Oleh karena itu, survei bersama itu rencananya akan digelar selama 2 bulan atau dua kali bulan purnama.
“Dasar kami melaksanakan (survei) selama 2 bulan, karena pertama 2 bulan itu dua kali ketemu dengan bulan purnama. Dengan dua kali ketemu bulan purnama kita tahu kapan surutnya, karena pasang surut tergantung dari bulan. Kalau dua kali (digelar) itu (datanya) valid,” kata Nurhidayat.
Danpushidrosal menambahkan, KRI Spica-934 dijadwalkan berlayar sampai mendekati Darwin, Australia.
“Kita 3 hari di sana,” kata dia.
Namun, kapal survey Angkatan Laut Australia tidak sempat mendekat ke arah Kupang, Nusa Tenggara Timur, karena jaraknya cukup jauh sehingga waktunya tidak memadai.
Setelah survei bersama dilakukan, lanjut Danpushidrosal, nantinya masing-masing negara saling bertukar data, tetapi hanya data-data umum yang tidak spesifik (rigid). Data-data yang bersifat spesifik, misalnya terkait lapisan sejauh 5 meter di bawah dasar laut (sub-bottom profile) menjadi hak atau dikuasai oleh masing-masing negara.
Nurhidayat menjelaskan data-data yang diperoleh dari hasil survei itu menjadi bahan pembuatan peta bawah laut terutama di daerah perbatasan Indonesia dan Australia.
Peta-peta itu, kata Danpushidrosal, nantinya akan berguna untuk kebutuhan pelayaran kapal-kapal niaga, pembangunan, termasuk diantaranya untuk pemasangan jaringan kabel dan pipa di dasar laut yang penting untuk kebutuhan jaringan telekomunikasi dan Internet.
"Nanti hasil data yang kita peroleh akan kita berikan ke pemerintah melalui Kementerian/Lembaga terkait untuk dilakukan penelitian lebih jauh terkait dengan adanya kemungkinan potensi bawah laut yang terdapat di sekitar batas ZEE kita dengan Australia," ujarnya.