Terungkap, Ini Alasan Mayor Dedi Jadi Pendamping Hukum Tersangka ARH di Polrestabes Medan
- Istimewa/Viva Militer
Jakarta – Masyarakat belum lama ini dikagetkan dengan insiden kekisruhan yang terjadi di Markas Polrestabes Medan antara Perwira TNI Mayor Dedi Hasibuan dengan penyidik Polrestabes Medan.Â
Mayor Dedi Hasibuan yang saat ini menjabat Kasi Undang-Undang Kumdam I/Bukit Barisan sekaligus Kuasa Hukum tersangka ARH pada hari Sabtu, 5 Agustus lalu mendatangi Markas Polrestabes Medan bersama belasan Prajurit TNI AD lainnya untuk meminta penangguhan penahanan keponakannya, yaitu ARH yang merupakan tersangka dalam perkara atau kasus pemalsuan tandatangan tanah.
Insiden itu viral di media sosial, bahkan mendapat atensi khusus dari Panglima TNI Laksamana Yudo Margono. Yudo Margono menilai kedatangan Mayor Dedi Hasibuan bersama sejumlah prajurit TNI AD ke Markas Polrestabes Medan itu adalah sebuah tindakan yang tidak etis. Sehingga saat ini Mayor Dedi dan 13 prajurit TNI AD lainnya menjalani pemeriksaan oleh penyidik Polisi Militer TNI.
Lalu, pertanyaannya adalah bisakah seorang Perwira TNI aktif seperti Mayor Dedi Hasibuan memberikan pendampingan hukum terhadap tersangka ARH yang merupakan keponakannya dan warga sipil?
Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kabinkum) TNI Laksamana Muda (Laksda) TNI Kresno Buntoro menjelaskan, pada dasarnya pendampingan hukum yang dilakukan oleh Mayor Dedi Hasibuan terhadap keponakannya yaitu, tersangka ARH adalah sebuah tindakan yang tidak menyalahi peraturan perundang-undangan.
Sebab, menurut Kababinkum TNI, pemberian pendampingan hukum terhadap keluarga prajurit TNI oleh seorang Perwira hukum TNI telah diatur dalam undang-undang.
"Ada UU TNI, Undang-Undang Tahun 2004, silakan dicek, yaitu Pasal 50 ayat 2, khususnya huruf F, di sana disebutkan bahwa prajurit dan prajurit siswa memperoleh rawatan dan layanan kedinasan yang meliputi penghasilan, dan seterusnya, F itu bantuan hukum," kata Kababinkum TNI Laksda TNI Kresno Buntoro dalam konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis, 10 Agustus 2023.
Lebih jauh Kababinkum TNI menambahkan, dalam Pasal 50 ayat 3 UU TNI yang berbunyi ini, keluarga prajurit memperoleh perawatan kedinasan yang meliputi, perawatan kesehatan, pembinaan mental dan keagamaan, dan pada point C dalam pasal tersebut keluarga prajurit juga berhak mendapatkan bantuan hukum.Â
"Sehingga tadi bahwa keluarga prajurit dan keluarganya itu punya hak untuk mendapatkan bantuan hukum," ujarnya.
Selain itu, kata Kababinkum TNI, di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 1971, yaitu adalah pegawai negeri atau anggota militer yang melakukan pekerjaan sebagai pembela atau penasihat hukum dimuka pengadilan itu menjadi dasar kita untuk mengikuti dan mendampingi di dalam sidang di Pengadilan.
"Kemudian ada juga surat Ketua Mahkamah Agung yang pada intinya adalah memberi izin kepada anggota TNI untuk menjadi pembela atau Penasihat hukum sehingga clear bahwa perwira hukum itu dengan kualifikasi tertentu mestinya, itu dapat beracara di Pengadilan, perwira hukum dapat mendampingi tersangka, terdakwa, terpidana di semua level pemeriksaan," tambahnya.
Selain itu, dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep 1089/XII/2017 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Bantuan Hukum di Lingkungan TNI pada poin 11 tentang Penerima Bantuan Hukum menjelaskan yang berhak menerima bantuan hukum:
a. Satuan di lingkungan TNI.
b. Prajurit dan PNS TNI.
c. Keluarga Prajurit dan PNS TNI terdiri atas:
1) Istri/Suami Prajurit TNI dan PNS TNI;
2) Anak;Â
3) Janda/Duda, Orang Tua, Mertua dan saudara kandung/ipar sertaÂ
keponakan Prajurit/PNS TNI.
d. Organisasi Istri Prajurit TNI.
e. Purnawirawan TNI, Pensiunan PNS TNI, Warakawuri, Janda/Duda PensiunanÂ
PNS TNI dan Veteran di lingkungan TNI.
f. Orang yang dipersamakan dengan Prajurit TNI.
g. Prajurit Siswa.
h. Koperasi dan Yayasan di lingkungan TNI.
i. Badan usaha yang didirikan oleh Koperasi dan Yayasan di lingkungan TNI.
j. Mitra Koperasi dan Mitra Yayasan di lingkungan TNI.
k. Mereka yang mempunyai hubungan kerja dalam rangka mendukung tugasÂ
pokok TNI.