Ultimatum Jenderal Kopassus TNI ke Simpatisan Penggorok 2 Intel Polisi
VIVA – Dua pentolan teroris antek ISIS dari kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) memang sudah dikirim militer Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke alam baka.
Santoso alias  alias Abu Wardah atau Syekh Abu Wardah mati diterkam pasukan macan kumbang TNI dari prajurit TNI dari Batalyon Infanteri Raider 515/Ugra Tapa Yudha, di bawah komando Brigif 9/Dharaka Yudha, Divisi Infanteri 2/Kostrad pada 2016 dalam Operasi Tinombala.
Dan penggantinya Ali Kalora meregang nyawa di tangan prajurit TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Madago Raya 2021.
Walau dua gembong teroris Poso, Sulawesi Tengah itu telah mati, tapi anggota dan simpatisannya diyakini masih ada dan eksis menebar paham radikal berkedok agama.
Namun, anggota MIT yang tersisa dan simpatisannya jangan coba-coba menebar teror lagi. Sebab Komandan Komando Resor Militer (Korem) 132/Tadulako, Brigadir Jenderal TNI Farid Makruf telah mengeluarkan ultimatum keras.
"Berhentilah menjadi simpatisan mereka, sebab sepenuhnya kelompok MIT tersebut merupakan warga di luar Poso yang tidak menginginkan Poso itu aman," kata Jenderal perang TNI berdarah Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dalam rapat koordinasi penanganan konflik sosial dengan Pemerintah di Palu.
Menurut Brigjen TNI Farid dilansir VIVA Militer dari siaran resmi Korem 132/Tadulako, aparat sudah bekerja keras, namun masih banyak masyarakat yang menjadi simpatisan, sehingga selalu membantu (MIT) dalam hal informasi, logistik, serta membocorkan informasi soal pergerakan aparat yang mencarinya.
"Kelompok MIT kumpulan teroris dari luar ingin mengacaukan Poso dengan mengatasnamakan agama Islam," kata Brigjen Farid.
Rekam jejak Santoso sangat mengerikan, sudah lebih setengah lusin anggota polisi mati di tangan kelompoknya. Tercatat ada 8 polisi tewas.
Anggota polisi yang pertama kali menjadi korban kelompok Santoso ialah dua personel Polsek Poso Pesisir Selatan, yaitu Briptu Andi Sapa dari tim Buser dan Kepala Unit Intelkam, Brigadir Sudirman.
Keduanya dibunuh dengan cara yang tak manusiawi, leher mereka digorok, tangan mereka diikat dan jenazah mereka dipendam ke dalam lumpur di hutan wilayah Gunung Biru. Keduanya dibunuh dengan disiksa terlebih dahulu.
Sebelum dibunuh, mereka diculik. Keduanya diculik saat ketahuan melakukan penyelidikan atas laporan tentang adanya latihan militer di wilayah tersebut. Briptu Andi Sapa dan Brigadir Sudirman diculik pada 8 Oktober 2012, dan jenazah mereka baru ditemukan delapan hari kemudian.
Dua bulan berselang, tepatnya 20 Desember 2012, Santoso kembali beraksi, mereka menyergap patroli kepolisian, tak tanggung-tanggung empat anggota Brigade Mobil (Brimob) Polri dibantai dalam sebuah kontak senjata di Desa Kalora, Tambarana.
Empat anggota Brimob itu tewas kondisi parah, semuanya tewas diterjang peluru. Dua Brimob tertembak di kepala, dua lainnya tertembak di dada dan leher.
Meski sudah banyak anggotanya yang tewas, kepolisian terus berusaha menembus hutan Poso untuk bisa menghancurkan Santoso dan kelompoknya. Sayangnya, tahun demi tahun tak juga polisi mampu mewujudkan impiannya. Polisi hanya bisa menangkapi dan melumpuhkan kelompok Santoso yang berada di kota melalui operasi Detasemen Khusus 88.
Malah di tahun-tahun berikutnya, Brimob harus kehilangan anggotanya di hutan Poso. Pada 6 Februari 2014, anggota Brimob Polda Sulteng bernama Bharada Putu Satria Wibawa, tewas dalam baku tembak di Desa Taunca, Poso Pesisir Selatan.
Lalu pada Agustus 2015, kelompok Santoso melenyapkan nyawa perwira Brimob. Korban bernama AKP Bryan Theopani Tatontos tewas dalam baku tembak di Pegunungan Langka Poso, Desa Kilo, Poso.
Bahkan, karena kegagalan polisi menjangkau Santoso, gembong teroris itu semakin congkak, Santoso cs kemudian malah menantang polisi dan Densus 88 untuk berperang terbuka di hutan Poso.
Akhirnya pada 10 Januari 2016, TNI dilibatkan memburu Santoso bersama kepolisian dalam sebuah operasi bernama Operasi Tinombala. Dalam operasi itu, TNI mengerahkan pasukan dari Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Korps Marinir, Pasukan Raider dan Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Setelah TNI dilibatkan, barulah petualangan Santoso dan Ali Kalora sebagai teroris paling dicari di Indonesia hingga dunia bisa diakhiri dengan kematiannya.