Digojlok Keras, Pasukan Rajawali TNI Hadapi Misi Bahaya di Hutan Papua
- Instagram/@yonif123rajawali
VIVA – Bukan perkara mudah bagi para prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjalankan tugas menjaga perbatasan di tanah Papua. Selain hutan belantara yang sangat lebat, para prajurit TNI juga harus menghadapi bahaya serangan Kelompok Teroris Separatis (KST) Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Latihan keras jelang tugas menjadi sebuah kewajiban yang harus dijalankan setiap prajurit TNI, yang akan bertugas di Papua. Tak hanya ketahanan fisik saja yang dibutuhkan. Tetapi, mental pun harus terasah.
Dilansir VIVA Militer dari situs resmi Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan (Kodam I/Bukit Barisan), sejumlah anggota Batalyon Infanteri 123/Rajawali (Yonif 123/RW), mengikuti Latihan Pratugas Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) Republik Indonesia-Papua Nugini (RI-PNG), sejak awal Agustus 2021.
Bertempat di Markas Komando (Mako) Yonif 123/Rajawali, Padang Sidempuan, Sumatera Utara, Senin 30 Agustus 2021, Kolonel Inf Waston Purba memimpin acara Pembukaan Latihan Pratugas Satgas Pamtas RI-PNG.
Waston yang menjabat sebagai Wakil Komandan (Wadan) Latihan Pratugas Satgas Pamtas RI-PNG 123/Rajawali, memastikan bahwa salah satu tujuan latihan ini adalah menguji kemampuan pasukan.
Selain itu, Perwira Menengah (Pamen) TNI Angkatan Darat yang juga menduduki posisi sebagai Komandan Resimen Induk Kodam (Danrindam) I/Bukit Barisan ini juga meyakinkan, para prajurit yang akan berangkat ke Papua adalah prajurit pilihan.
"Saya yakin, dengan dilandasi semangat, disiplin dan moril yang tinggi dalam berlatih, maka latihan ini dapat mengantarkan Satgas Yonif 123/RW untuk melaksanakan tugas operasi dengan sebaik-baiknya serta berhasil di medan tugas," tegas Waston.
Perlu diketahui, Yonif 123/Rajawali adalah salah satu batalyon infanteri legendaris di Sumatera. Berdiri sejak 19 Februari 1965, "Pasukan Rajawali TNI" ini sudah pernah diterjunkan di sejumlah palagan. Beberapa diantaranya adalah operasi militer di Timor-Timur pada 1976 (perebutan Bandara Internasional Comoro).