Ngeri, Tim Kopassus TNI Nyaris Dibunuh Saudara Sendiri di Lembah Papua
- Youtube
VIVA – Yang namanya tugas bagi seluruh prajurit TNI adalah sebuah kehormatan. Tak peduli harus mengorbankan nyawa sendiri, perintah yang diterima harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
Terlebih bagi anggota satuan elite Komando Pasukan Khusus (Kopassus) milik TNI Angkatan Darat. Dengan kemampuan tempur di atas prajurit biasa, personel Korps Baret Merah dikenal tak pernah gagal dalam menjalankan tugasnya.
Seperti halnya kisah yang dikutip VIVA Militer dari buku "Perjalanan Prajurit Para Komando", ada sepenggal aksi tim kecil Kopassus yang dikirim ke pedalaman Papua.
Tepatnya pada tahun 1969, sebuah tim yang beranggotakan anggota Kopassus dibentuk oleh Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XVII/Cenderawasih, Brigjen TNI Sarwo Edhie Wibowo. Sebagai Komandan Tim, ditunjuk Kapten Inf. Feisal Tanjung, dan Letnan Satu (Lettu) Inf. Sintong Panjaitan sebagai Perwira Operasi (Pasi).
Diberi nama Tim Lembah X, tim ditugaskan untuk mengawal tim ekspedisi pembuat film dokumenter, yang dipimpin oleh sutradara asal Prancis, Pierre Dominique Gaisseau. Gaisseau memiliki ide untuk membuat film dokumenter, yang menggambarkan kehidupan suku terasing di Papua.
Sebagai Perwira Oprasi, Sintong lebih dulu mengajukan penambahan pasukan kepada Sarwo Edhie. Permintaan Sintong itu dikabulkan, dengan diutusnya dua prajurit TNI dengan kualifikasi lintas udara (Para). Kedua prajurit itu adalah Prajurit Dua (Prada) Mami dan Prada Derek Vugu.
Tepatnya pada 2 Oktober 1969, 16 orang anggota Tim Lembah X berangkat dari Bandara Sentani, Jayapura, sekitar pukul 07.30 Waktu Indonesia Timur (WIT). Setelah satu jam menempuh perjalanan dengan pesawat Douglas DC-3 Dakota, anggota tim pun melakukan penerjunan.
Dari ketinggian, terlihat hutan belantara yang saat itu mungkin masih sangat lebat dan belum terjamah. Tak hanya itu, Sintong juga melihat lembah dengan tebing yang sangat curam dan kampung tempat penduduk tinggal.
Sial, setelah mendarat Sintong justru mendapat sambutan yang kurang enak. Pria yang di kemudian hari menduduki posisi sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus itu langsung berhadapan dengan suku asli Lembah X.
Menurut catatan Sintong, saat kakinya menjejak di tanah orang-orang suku Lembah X langsung menodongkan tombak dan panah ke arahnya.
Sintong pun langsung meraih senapan serbunya yang disandang, dari belakang ke depan. Lagi-lagi Sintong terkejut, lantaran magasin yang berisi 30 butir peluru sudah tak berada di tempatnya. Magasin senapan Sintong jatuh dan terlempar di antara kaki-kaki orang-orang suku Lembah X.
Sintong ingat perintah komandannya. Ya, sebelum berangkat Feisal melarang anak buahnya untuk menembak. Hal ini dikarenakan operasi Lembah X adalah misi kemanusiaan, dan bukan operasi militer. Menembak hanya diperbolehkan jika kondisinya sudah sangat terdesak.
Ternyata, ada seorang anak buahnya yang mendarat dekat dengannya. Prajurit itu kemudian melemparkan magasin, dan langsung dipasang diiringi dengan kokangan senapan. Namun demikian, Sintong langsung mengangkat kedua tangannya dan menebar senyum.
Sintong juga melepas Pakaian Dinas Lapangan (PDL) lorengnya, agar memberi kesan bersahabat. Tiba-tiba, ada seorang tetua adat suku Lembah X yang datang dan melemparkan seonggok daging babi di depan Sintong.
Meskipun tak memahami kata-kata yang diucapkan oleh orang-orang suku Lembah X, Sintong langsung menyantap daging babi mentah itu. Beberapa saat kemudian, orang-orang suku Lembah X bersorak gembira. Ya, daging babi yang diberikan kepada Sintong adalah lambang persahabatan.
Meskipun sempat berada dalam situasi yang menegangkan, Sintong dan anak buahnya akhirnya bisa bersahabat dengan orang-orang suku Lembah X yang notabene adalah saudara sebangsa, se-tanah air.