Lawan Kuat Jenderal Kopassus TNI, Tak Bisa Dilhat Pakai Mata Telanjang
- Youtube
VIVA – Setiap anggota satuan elite Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat, sudah pasti punya kemampuan tinggi dalam berperang. Tapi, bagaimana jadinya jika musuh yang dihadapi saat perang tak bisa dilihat cuma pakai mata telanjang.
"Perintah datang, karang pun dihantam." Begitu seorang maestro balada, Iwan Fals, menerjemahkan sosok seorang "Serdadu". Begitu juga para prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang selalu siap menghadapi semua situasi. Dari Tamtama sampai Perwira, seorang prajurit TNI sudah pasti hukumnya wajib melaksanakan perintah atasannya.
Nah, ada sosok seorang prajurit tulen. Kalau anak-anak jaman sekarang senang menyebutnya dengan "bukan kaleng-kaleng". Pria berdarah Minang ini tak cuma kenyang pengalaman perang dengan musuh yang secara fisik terlihat. Dia juga pernah berperang dengan lawan yang tak kasat mata.
Lahir di Cimahi, 10 Mei 1963, sosok itu di lahirkan. Dia lah Letjen TNI Doni Monardo, jenderal bintang tiga TNI Angkatan Darat berdarah Komando Pasukan Khusus (Kopassus).Â
Dirangkum VIVA Militer dari berbagai sumber, perjalanan karier seorang Doni berlalu dalam waktu yang tidak singkat. Sepanjang itu juga, berbagai tugas dan amanah dijalankannya dengan penuh tanggung jawab.
Jauh sebelum memasuki dunia militer, Doni sudah menyaksikan langsung bagaimana kehidupan seorang prajurit. Ya, ayahnya adalah seorang perwira TNI Angkatan Darat dari satuan Korps Polisi Militer, Letkol CPM Nasrul Saad.
Doni sebenarnya sempat punya mimpi untuk menempuh pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB), usai menamatkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Padang pada 1981.
Akan tetapi, Doni pada akhirnya mengurungkan niatnya itu dan memilih masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Drama pembebasan sandera di Bandara Don Mueang, Thailand, yang dilakukan oleh pasukan Kopassus, membuat Doni punya keinginan untuk menjadi bagian Korps Baret Merah.
Mimpinya itu akhirnya terealisasi setelah ia lulus AKABRI pada 1985. Sejak saat itu, sejumlah tugas dengan berbagai jabatan pernah ia emban. Tercatat, Doni pernah ikut bertempur dalam operasi di Timor-Timur (sekarang Timor-Leste) dan Aceh.
Sepanjang 36 tahun karier militernya, Doni juga pernah menduduki sejumlah posisi penting. Beberapa diantaranya adalah Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres), Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus, Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XVI/Pattimura dan Pangdam III/Siliwangi.
Meskipun masih berstatus sebagai Perwira Tinggi (Pati) TNI aktif, sejak 2018 Doni mendapatkan tugas di luar jajaran institusinya sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Sesjen Watannas) hingga 2019. Setelah itu, Doni dipercaya menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 9 Januari 2019 hingga 25 Mei 2021.
Saat menjadi Kepala BNPB kemampuan Doni sebagai seorang prajurit diuji. Sebab pada Maret 2020, pandemi Virus Corona atau Corona Virus Disease (COVID-19) menyerang Indonesia. Siapa sangka, dengan jabatannya itu Doni punya kewajiban memimpin perang terhadap musuh yang tak kasat mata.
Sepanjang masa tugasnya sebagai Kepala BNPB sekaligus Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19, tercatat ada lebih dari 1,7 juta penduduk Indonesia terjangkit virus mematikan itu. Akan tetapi, di bawah kepemimpinan Doni juga data menyebut ada lebih dari 1,6 juta pasien Corona yang sembuh.Â
Jika melihat sejarah BNPB, Doni adalah Pati TNI dengan pangkat tertinggi yang memimpin Lembaga Pemerintah Non-Kementerian itu. Sejak berdiri pada 2008 silam, BNPB pernah dipimpin oleh Mayjen TNI (Purn.) Syamsul Maarif (2008-2015) dan Laksda TNI (Purn.) Willem Rapangilei (2015-2019).
Tak hanya itu, Doni juga adalah anggota Kopassus pertama yang dipercaya untuk menduduki kursi orang nomor satu di BNPB. Jadi, Doni juga adalah anggota satuan elite TNI pertama yang menjadi Kepala BNPB.