Gawat, Pasukan Elite TNI AU Ngamuk Jenderalnya Ditodong Senjata
- Youtube
VIVA – Tak banyak orang mengetahui bagaimana keberanian sosok satuan elite Korps Pasukan Khas (Paskhas), di medan pertempuran. Ternyata ada kisah bagaimana korpas pasukan baret jingga ini berani mati untuk menjaga harga diri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dirangkum VIVA Militer dari berbagai sumber, usai jajak pendapat yang digelar di Timor-Timur pada Agustus 1999, 78,50 persen rakyat menolak untuk bergabung dengan NKRI.
Oleh sebab itu, setelah referendum kemerdekaan Timor-Timur dicapai, maka sejumlah pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus meninggalkan eks provinsi ke-27 Indonesia.
Di sisi lain, Australia mengirim ribuan pasukannya ke Ibukota Timur-Timur, Dili, dalam satuan tugas penjaga perdamaian INTERFET (International Force for East Timor). Dipimpin oleh Mayor Jenderal Peter Cosgrove, sejumlah pasukan INTERFET mendarat di Bandara Komoro, Dili.
Saat tiba di Bandara Komoro itu lah, pasukan INTERFET Australia disebut bertindak sangat arogan. Sementara, Bandara Komoro masih dikuasai dan dioperasikan oleh 80 personel Korps Paskhas.
Saat keluar dari pesawat yang ditumpanginya, pasukan INTERFET sudah menyiapkan senjata yang dibawa dalam status siap tembak. Para prajurit Australia ini juga langsung berhamburan ke berbagai penjuru untuk membuat parameter pertahanan.
Hal ini dilakukan, setelah Cosgrove menerima informasi dari intelijen militer Australia bahwa di Dili dikuasai oleh banyak anggota milisi bersenjata.
Kabar tersebut memang benar adanya. Namun khusus untuk di Bandara Komoro, tidak ada anggota milisi bersenjata. Karena, Korps Pasukan Khas milik TNI Angkatan Udara menguasai seluruh sudut.
Apa yang dilakukan pasukan INTERFET jelas membuat sejumlah prajurit Korps Paskhas geram. Namun demikian, alangkah terkejutnya pasukan Australia yang tergabung dalam INTERFET melihat kemampuan para prajurit Korps Paskhas.
Bagaimana tidak, tak banyak pasukan elite di dunia yang memiliki kemampuan untuk menguasai dan mengoperasikan bandara atau pangkalan udara.
Salah satu pasukan elite dunia yang punya kualifikasi menguasai dan mengoperasikan bandara atau pangkalan udara adalah Spcial Air Service (SAS), milik Angkatan Bersenjata Kerajaan Inggris.
Pasukan INTERFET yang semula mendapat tugas untuk meluncuti senjata kelompok milisi, justru harus berhadapan dengan pasukan reguler resmi TNI Angkatan Udara.
Pada akhirnya, pasukan INTERFET urung menjalankan tugasnya meluncuti senjata. Sebab, prajurit Korps Paskhas juga dalam status siaga menghadapi pertempuran.
Beberapa saat kemudian, ketegangan antara pasukan INTERFET dan Korps Paskhas kembali terjadi saat Panglima Komando Operasi II (Pangkoops) TNI Angkatan Udara, Marsda TNI Ian Santoso, tiba di Bandara Komoro.
Saat turun dari pesawat Lockheed C-130 Hercules, Ian dikawal ketat oleh sejumlah anggota Korps Paskhas lainnya dengan senjata lengkap. Namun apa yang terjadi? Pasukan INTERFET pun menodongkan senjata ke arah Ian.
Apa yang dilakukan pasukan INTERFET itu pun membuat pasukan Korps Paskhas langsung bereaksi. Sejumlah prajurit langsung meraih granat dan siap meledakkan pasukan INTERFET.
Hal ini dilakukan agar jumlah korban yang jatuh bisa timbul banyak. Sebab, anggota Korps Paskhas di Bandara Komoro kala itu jumlahnya lebih sedikit. Padahal, kedatangan Ian ke Dili sebenarnya adalah untuk bertemu dengan Cosgrove dan melakukan koordinasi.
Beruntung, pada akhirnya insiden pertempuran antara pasukan INTERFET dan anggota Korps Pakhas tidak terjadi. Hal ini dikarenakan seorang perwira tinggi militer INTERFET datang dan menyambut Ian.
Peristiwa ini membuktikan, anggota Korps Paskhas memiliki keberanian dan jiwa yang siap berkorban untuk menjaga harga diri NKRI dan atasannya.
Setelah peristiwa itu, anggota Korps Paskhas tetap bertugas mengoperasikan Bandara Komoro sambil menunggu hasil serah terima kekuasaan. Anggota Korps Paskhas yang bertugas di Bandara Komoro, disebut jadi satuan terakhir yang keluar dari Timor-Timur yang kini bernama Timor-Leste.