Pasukan Perang Mengerikan TNI Buatan Jenderal Prabowo
- Youtube
VIVA – Meskipun dikenal sebagai seorang anggota satuan elite Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Letjen TNI (Purn.) Prabowo Subianto Djojohadikusumo juga pernah memimpin batalyon elite Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Lantas, bagaimana kiprah Prabowo saat itu?
Menurut catatan yang dikutip VIVA Militer dari buku Kopassus: Inside Indonesia's Special Forces, pada 1983 Prabowo yang masih berpangkat Kapten Inf TNI ditugaskan bersama Mayor Inf TNI Luhut Binsar Panjaitan untuk menempuh pendidikan anti-teror di Grenzschutzgrupppe 9 (GSG-9), satuan anti-teror milik Kepolisian Federal Jerman.
Setelah itu, Prabowo terpilih menjadi Wakil Komandan Detasemen 81 (Penanggulangan Teror) atau Sat-81/Gultor Kopassus, sementara luhut berposisi sebagai Komandannya.Â
Dua tahun menduduki posisi sebagai Wadan Sat-81/Gultor Kopassus, Prabowo kemudian diberi tugas untuk menjadi Wakil Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara (Yonif Linud) 328, atau yang sekarang bernama Yonif Para Raider 328/Dirgahayu.
Selama dua tahun menjabat sebagai Wadan Yonif Linud 328, Prabowo sempat menempuh pendidikan di Special Forces Officer Course, Fort Benning, Amerika Serikat (AS).Â
Hingga pada 1987, perwira TNI Angkatan Darat yang kelak menjadi Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus ini menduduki posisi sebagai orang nomor satu di batalyon tersebut dengan pangkat Mayor Inf TNI.
Saat menduduki posisi sebagai Komandan Yonif Linud 328, Prabowo menerima kabar bahwa sejumlah pasukan TNI yang bertugas dalam operasi militer di Timor-Timur berguguran.Â
Hal ini dikarenakan, lawan yang dihadapi yakni kelompok separatis Front Revolusi Kemerdekaan Timor-Leste (Fretilin), sangat mengenal medan. Sehingga, pasukan TNI dibuat kewalahan saat harus menghadapi pertempuran dengan anggota Fretilin.
Sebagai perwira satuan infanteri, Prabowo tak tinggal diam. Pria kelahian Jakarta 17 Oktober 1951 ini pun membekali prajuritnya dengan kualifikasi kemampuan pemburu. Oleh sebab itu, pasukan Yonif Linud 328 pimpinan Prabowo sering mendapat tugas bertempur di Timor-Timur.
Dengan pengalaman memimpin Yonif Linud 328, Prabowo pada akhirnya menbentuk sebuah pasukan yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Rajawali.
Satgas Rajawali didirikan oleh Prabowo, pasca dirinya ditunjuk menjadi Danjen Kopassus pada 1 Desember 1995. Satgas Rajawali buatan Prabowo ini kemudian terkenal dengan nama Kompi Pemburu.
Satgas Rajawali ini berisikan 10 kompi, yang terdiri dari dua Kompi Kopassus, tiga kompi Korps Marinir TNI Angkatan Laut, dan lima Kompi Batalyon Infanteri TNI Angkatan Darat.
Tak diketahui pasti berapa jumlah personel yang ada dalam Kompi Pemburu. Namun demikian, para calon anggota Satgas Rajawali harus lebih dulu menempuh pendidikan dan latihan berat di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdikpassus), Batujajar, Bandung, selama tiga bulan.
Di sana lah para calon anggota Kompi Pemburu menerima sejumlah materi latihan. Mulai dari patroli jarak jauh, pertempuran hutan-gunung, penyergapan, pengadangan, serangan bivak, hingga kombinasi serangan udara.
Setelah melewati pendidikan dan latihan yang sangat berat, sejumlah pasukan yang tergabung dalam Satgas Rajawali ini akhirnya siap diterjunkan ke daerah operasi. Para prajurit ini menyandang brevet Satgas Rajawali, dengan lambang burung rajawali yang memegang dua pedang dan tulisan "PEMBURU".
Anggota Kompi Pemburu ini kemudian diterjunkan ke Timor-Timur, untuk menghadapi pasukan Fretilin. Alhasil, anggota Kompi Pemburu mampu membuat pasukan Fretilini kocar-kacir dan membuat mentalnya ambruk. Kompi Pemburu ini disebut sebagai salah satu pasukan kunci dalam keberhasilan menumpas pasukan Fretilin di Timor-Timur.
Setelah operasi di Timor-Timur, Kompi Pemburu juga kabarnya pernah diturunkan di Aceh untuk menghadapi kelompok separatis lainnya, Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Satuan ini juga menjadi cikal bakal pembentukan Batalyon Raider di TNI Angkatan Darat.