Cerita Pemuda yang Bikin Hati Jenderal Kopassus TNI Berguncang Hebat

VIVA Militer: Jenderal TNI (HOR) (Purn.) Agum Gumelar
Sumber :

VIVA – "Jenederal Bersenjata Hati Nurani." Julukan itu lah yang ditujukan kepada seorang Purnawirawan Perwira Tinggi (Pati) TNI Angkatan Darat, Jenderal TNI (HOR) (Purn.) Agum Gumelar. Meski dikenal sebagai anggota pasukan elite, namun pria asli Sunda ini justru kerap berhasil menyelesaikan konflik tanpa senjata.

Terpopuler: Enzo Allie Jadi Lulusan Terbaik Kopassus, Polisi Tantang Warga Duel Carok

Dalam catatan yang dikutip VIVA Militer dari buku otobiografi, Agum Gumelar Jenderal Bersenjata Nurani, disebutkan bahwa ada sebuah pengalaman berharga yang pernah dilewatinya saat menjabat sebagai Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) VII/Wirabuana, atau yang sekarang bernama Kodam XIV/Hassanudin.

Agum pernah mendapat laporan yang sangat mengejutkan dari anak buahnya. Laporan itu menyebut bahwa ada seorang anak perempuan berusia 9 tahun, tewas dibacok oleh seorang Warga Negara Indonesia (WNI) keturunan Tionghoa.

Jadi Lulusan Terbaik Kopassus, Ini yang Dilakukan Letda Enzo Allie

Peristiwa memilukan itu memancing kemarahan warga Makassar. Akibatnya, gelombang demonstrasi masyarakat Makassar anti-Tionghoa pun pecah di sejumlah wilayah. 

Photo :
  • Youtube
Reaksi Bangga Ibu Enzo Melihat Anaknya Jadi Lulusan Terbaik Kopassus

"Tanggal 7 September 1997, ada sebuah peristiwa seorang anak perempuan umur 9 tahun. Dia baru pulang ngaji mau pulang ke rumahnya. Di tengah jalan, dibacok pakai parang sama seorang pemuda bernama Benny. Dibacok itu sampai seketika meninggal," ujar Agum.

"(Benny itu) WNI keturunan Cina. Waduh, sejak kejadian itu terjadi lah demo anti-Cina," katanya.

Sebagai pimpinan satuan teritorial, Agum punya cara yang sangat brilan untuk menyelesaikan masalah ini. Dengan tegas, mantan Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) ini memerintahkan kepada anak buahnya untuk menyelesaikan konflik ini dengan cara persuasif.

"Menanggulagi kejadian yang terjadi sekarang ini, dengarkan baik-baik perintah saya, saya bilang. Telinga saya tidak ingin mendengar tembakan. Jadi saya bilang, kita turun ke jalan. Luruskan cara berpikir rakyat kita ini, persuasif. Itu perintah saya," ucap Agum melanjutkan.

Bukan perkara mudah bagi Agum dan prajurit TNI Kodam VII/Wirabuana untuk memadamkan api demonstrasi. Sejumlah toko yang diketahui pemiliknya adalah WNI keturunan Tionghoa jadi sasaran penjarahan.

Pada momen ini lah, Agum mendapatkan laporan bahwa ada seorang pemuda yang justru menolak ikut melakukan penjarahan. Pemuda itu diketahui berprofesi sebagai tukang becak, yang sangat taat terhadap ajaran agama Islam.

Mendapat laporan bahwa ada seorang pemuda yang memiliki sikap yang mengagumkan, hati Agum pun bergetar. Mustafa adalah sosok kedua setelah Drs. Zubaedi Saleh, ayah dari anak perempuan yang tewas dibunuh.

Photo :
  • Youtube

"Besoknya lagi, kejadian di lapangan toko dijarah. Kita sudah turun untuk meluruskan cara berpikir. Di tengah toko dijarah, tidak jauh dari lokasi toko dijarah mangkal lah sebuah becak. Di atas becak ini duduk lah si tukang becaknya," ucap Agum lagi.

"Datang petugas bilang sama si tukang becak itu, 'Eh kamu lihat itu orang-orang pada ngambil barang, bagi-bagi barang. Kamu kok cuma duduk saja, diam saja?' Apa jawabannya? Bapak mereka itu mengambil barang yang bukan miliknya. Mereka mencuri bapak, mereka merampok bapak. Tidak ada dalam ajaran agama saya harus berbuat seperti itu. Itu dilarang oleh agama," katanya.

Setelah menerima laporan itu, Agum kembali menyuruh anak buahnya untuk mencari tukang becak itu. Proses pencarian berjalan sulit, karena rupanya Mustafa malah ketakutan saat tahu dirinya dicari petugas.

Agum mengatakan, pada akhirnya Mustafa si tukang becak itu berhasil ditemukan di daerah Jeneponto. Selanjutnya pada Upacara Hari Ulang Tahun TNI, Agum yang bertindak sebagai Inspektur Upacara (Irup) memberikan bintang kehormatan kepada Zubaedi dan Mustafa.

"Lapor ke saya, saya gebrak meja. Cari orang itu, tukang becak itu maksud saya. Dicari setengah mati susah, rupanya takut dicari petugas. Baru kita temukan di Jeneponto, namanya Mustafa, dipanggilnya Tapa, umurnya 19-20," ujar Agum.

"Akhirnya tanggal 5 Oktober, hari angkatan bersenjata, upacara di (Lapangan) Karebosi. Saya Inspektur Upacara militer. Dalam upacara ini sata (berikan) bintang kehormatan kepada dua mutiara ini. Bintang Wirabuana. Karena dengan bantuan dua orang ini kerusuhan bisa cepat selesai," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya