Kok Bisa, Jenderal TNI Ini Tidur Pulas Saat Ditunjuk Jadi Pangdam
- Youtube
VIVA – Nama Letjen TNI (Purn.) Solihin Gautama Purwanegara, atau Solihin G.P, memang cukup asing bagi kalahan milenial. Namun demikian, perlu diketahui jasa purnawirawan Perwira Tinggi (Pati) TNI Angkatan Darat saat masih aktif berdinas di dunia militer. Di sisi lain, ada pula momen lucu yang pernah dialami pria Sunda ini.
Kisah berawal dari perintah Presiden Republik Indonesa (RI) Pertama, Ir. Soekarno, kepada Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XIV/Hassanudin, Brigjen TNI Muhammad Jusuf.Â
Sekitar tahun 1964, Soekarno memerintahkan Jusuf agar menumpas gerakan separatis Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Sulawesi, di bawah pimpinan Abdul Kahar Muzakkar. Bagi Jusuf, menjalankan perintah Soekarno bukan perkara mudah.
Kahar Muzakkar dan antek-anteknya selalu berpindah-pindah dan mahir menjalankan taktik perang gerilya di hutan-hutan Sulawesi. Singkat cerita, Jusuf meminta dukungan berupa tambahan kekuatan dari Komando Daerah Militer III/Siliwangi.
Menurut catatan yang dikutip VIVA Militer dari buku Jenderal M. Jusuf Panglima Para Prajurit, saat itu Jusuf mendapatkan bantuan pasukan dari dua Brigade Infanteri, plus Batalyon Infanteri Lintas Udara (Yonif Linud) 330/Tridharma, yang saat ini bernama Yonif Para Raider 330/Tridharma.Â
Sebagai pimpinan, Jusuf menunjuk Solihin yang saat itu masih berpangkat Kolonel Infanteri (TNI) sebagai Kepala Staf Operasi Kilat, dengan sandi Operasi Bharata Yudha.
Dimulai pada April 1964, operasi penumpasan gerakan separatis DI/TII berhasil dituntaskan pada 5 Februari 1965. Setelah melakukan perburuan, Kahar Muzakkar akhirnya berhasil ditembak mati oleh Kopral Satu (Koptu) Sadeli, anggota Pleton I Kompi B Yonif Linud 330/Tridharma.
Pasca keberhasilan penumpasan DI/TII Kahar Muzakkar, nama Solihin pun mencuat. Di sisi lain, Jusuf yang masih menduduki posisi sebagai Pangdam XIV/Hassanudin justru ditunjuk juga oleh Presiden Soekarno untuk menjabat Menteri Perindustrian Ringan di Kabinet Dwikora I.
Memiliki dua jabatan, Jusuf pun harus pulang pergi Jakarta-Makassar. Sementara itu, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad), yang saat itu bernama Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad), Letjen TNI Ahmad Yani, belum melakukan penunjukkan pengganti Jusuf sampai wafatnya pada 1 Oktober 1965.
Pada akhirnya, Jusuf pun harus tinggal di Jakarta. Hal ini dilakukan setelah Menpangad baru, Jenderal TNI Soeharto, meminta bantuannya untuk mencari pengganti sebagai Pangdam XIV/Hassanudin. Jusuf pun merekomendasikan Solihin sebagai penggantinya, sementara Soeharto pun setuju.
Uniknya, Jusuf sama sekali tidak memberi tahu Solihin perihal penunjukkannya sebagai Pangdam XIV/Hassanudin yang baru. Pada suatu ketika, Solihin diajak Jusuf ke Jakarta untuk menghadiri syukuran atas pencapaian menjadi Menteri Perindustrian Ringan. Pada awalnya, Solihin menolak. Namun pada akhirnya, Solihin pun ikut berangkat bersama Jusuf.
Saat tiba di Jakarta, Solihin yang saat itu sudah sangat lelah dan mengantuk tidak langsung dibawa ke rumah Jusuf atau ke penginapan. Pria yang pernah menjabat sebagai Gubernur Akademi Militer (Akmil) itu malah dibawa ke tempat acara syukuran.
Saat Jusuf berpidato, rasa kantuk yang menyerang sudah tak bisa ditahan lagi oleh Solihin. Lama-lama Solihin pun tertidur, sementara suara pidato Jusuf mulai samar dan akhirnya tidak terdengar lagi.
Jusuf ternyata tahu Solihin sudah tertidur. Ya, Jusuf sengaja mengerjai Solihin sementara ia mengumumkan bahwa penggantinya sebagai Pangdam XIV/Hassanudin ada di tempat itu dan tengah tertidur.
"Selanjutnya saya akan melaksanakan tugas baru di Jakarta. Yang akan menggantikan tugas saya sebagai Panglima di Kodam XIV Hasanuddin ini adalah perwira yang sedang ngorok di sebelah saya ini," kata Jusuf.
Mengetahui pidato Jusuf, ajudan Solihin, Letnan Said, pun panik. Said langsung membangunkan atasannya. Solihin yang bangun sembari terkaget-kaget langsung duduk dengan sikap tegak dan sama sekali tidak mendapat respons dari Jusuf.
Akibat keisengannya, Jusuf pun mendapat protes dari Solihin. Solihin merasa malu penunjukkannya sebagai Pangdam XIV/Hassanudin dilakukan Jusuf saat ia tengah tertidur.Â
"Pak, kalau menunjuk saya menjadi panglima, kasih tahu dulu dong. Jangan di saat saya lagi tidur. Saya jadi malu, nanti bagaimana penilaian rakyat kepada saya?"
Jusuf pun tak ambil pusing melihat Solihin yang protes sambil diiringi rasa malu. Dengan santai dan tetawa, Jusuf pun membalas protes Solihin.
"Ah, kau bereskan saja nanti!" ucap Jusuf.
Jusuf diketahui terpilih sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada 29 Maret 1978, menggantikan Jenderal TNI Maraden Panggabean. Sementara itu, Solihin dipercaya memegang jabatan Gubernur Provinsi Jawa Barat periode 14 Februari 1970 hingga 14 Februari 1975.