Presiden RI Geram Mayor Kopassus TNI Berani Bantah Tawarannya
- Youtube
VIVA – Jauh sebelum Jenderal TNI (HOR) (Purn.) Luhut Binsar Panjaitan dan Letjen TNI (Purn.) Prabowo Subianto Djojohadikusumo berkiprah di dunia militer, ada seorang Perwira Tinggi (Pati) TNI Angkatan Darat yang lebih dulu mencatat prestasi mengkilap. Siapakah dia?
Menurut data yang dikutip VIVA Militer dari situs resmi Perpustakaan Nasional Australia, sosok prajurit tempur dan intelijen ini lahir di Cepu, Blora, Jawa Tengah, 2 Oktober 1932. Ya, dia adalah Jenderal TNI (Purn.) Leonardus Benyamin Moerdani, atau yang biasa disebut L.B. Moerdani, atau Benny Moerdani.
Mendiang Benny adalah seorang prajurit yang sudah ikut bertempur dalam Perang Revolusi Nasional Indonesia pada 1945. Tak hanya itu, Benny muda juga menjadi saksi berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merupakan cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Sepanjang kiprahnya di dunia militer, Benny memiliki karier yang cemerlang. Dua jabatan penting yang pernah dipegang oleh Benny adalah Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) dan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Menurut catat dalam buku berjudul Benny Moerdani Profile of a Soldier Statesman (Benny Moerdani Profil Prajurit Negarawan), salah satu prestasi Benny yang paling terkenal adalah saat Operasi Pembebasan Irian Barat (sekarang Papua) pada 1962.
Sebelum terjun ke medan pertempuran, Benny yang mahir terjun payung, lebih dulu melatih sejumlah prajurit untuk melakukan penerjunan.
Benny yang saat itu masih berpangkat Mayor TNI, melatih pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang sekarang menjadi Kopassus, dan pasukan Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Sepanjang dua tahun berada di medan tempur, Benny berhasil melumpuhkan sejumlah pasukan Belanda. Benny dan pasukan RPKAD mampu mengalahkan pasukan elite Marinir Belanda (Korps Mariniers) yang berjumlah ribuan.
Ternyata, keberhasilan dalam Operasi Pembebasan Irian Barat membuat nama Benny mencuat. Presiden RI saat itu, Ir. Soekarno, memanggilnya ke Istana Negara dan mengganjarnya dengan penghargaan Bintang Sakti.
Soekarno tak hanya terkesima dengan pencapaian Benny. Terbesit keinginan Soekarno, untuk menjadikan Benny sebagai anggota Resimen Tjakrabirawa, atau yang sekarang bernama Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Alangkah terkejutnya Benny saat Soekarno memberikan tawaran untuk bergabung dengan Resimen Tjakrabirawa.
Sempat terdiam dan bingung bagaimana menjawab tawaran Soekarno, Benny pun angkat suara. Sebagai prajurit tempur dari pasukan elite Benny punya keinginan untuk tetap berada di kesatuannya. Benny menganggap Resimen Tjakrabirawa tidak memiliki tugas bertempur dan hanya siap siaga menjaga keselamatan presiden.
"Bapak Presiden, saya ingin menjadi tentara yang betulan," ucap Benny menjawab tawaran Soekarno.
Jawaban Benny ternyata membuat Soekarno tak senang. Dengan nada tinggi, Soekarno kembali melempar pertanyaan kepada Benny.
"Lho, apa Kau pikir Tjakrabirawa bukan tentara?" kata Soekarno geram.
Mendengar suara keras Soekarno, Benny pun kembali berpikir. Tentu, Benny tak mungkin menjelaskan alasan mengapa ia tak mau bergabung dengan Resimen Tjakrabirawa. Benny kembali mendapatkan hal yang akan kembali ia utarakan kepada Soekarno.
"Tidak begitu Pak, saya ingin jadi komandan brigade dulu," ujar Benny dengan diplomatis.
Setelah mendapat jawaban Benny kali ini, Soekarno pun melunak. Meski sedikit sinis, pria yang akrab disapa Bung Karno itu akhirnya menyadari keinginan Benny. Soekarno tahu bahwa sang prajurit adalah orang yang mendapatkan tanda jasa Bintang Sakti pasca kesuksesannya di Operasi Pembebasan Irian Barat.
"Oh, Kamu pahlawan ya, pemegang Bintang Sakti," kata Bung Karno lagi.
Momen pertemuan dengan Bung Karno tentu tidak akan dilupakan Benny. Sebagai seorang prajurit yang besar di medan tempur, Benny berani menolak tawaran yang disodorkan kepadanya bahkan oleh seorang Presiden, yang notabene adalah Panglima Tertinggi TNI.